NewsOpini

Menyibak Kepalsuan

Oleh; Muhammad Fadllil Kirom*

Manusia yang baik tidak hanya tumbuh dan berkembang fisiknya. Namun akal dan jiwanya, juga harus berproses menjadi dewasa.

Saat di alam kandungan sembilan bulan lebih, proses pembentukan tubuh manusia dari cairan menjadi kerangka jasad yang lengkap. Allah pun meniupkan ruh ke dalam jasad kita, agar jiwa manusia tetap dalam kebaikan dan kebenaran.

Lahir di muka bumi dengan tradisi keluarga yang berbeda-beda. Sang anak pun tumbuh mengikuti tradisi di lingkungannya. Saat mulai remaja, perkembangan alam berpikir sang anak mulai menemukan hal-hal yang tidak sama dengan doktrin saat kecil. Perlahan-lahan rasio sang remaja berkembang seiring pengetahuan dan pengalaman yang diterimanya.

Banyak pengetahuan yang diterima remaja, mulai dari ilmu pasti, ilmu agama hingga etika. Semua masuk begitu saja ke memori otak tanpa reserve. Pada fase ini menjadi sangat penting sang remaja mendapatkan guru yang menjadi teladan hidupnya. Kalau tidak, dia akan memulai ke sebuah petualangan kekeliruan dalam memahami kehidupan.

Fase berikutnya, saat manusia sudah diberi kebebasan untuk bersikap oleh orang tuanya. Sang remaja perlahan-lahan ingin mengetahui identitas dirinya. Mulailah dia mendengar banyak hal dari lingkungan sekolah, kerja atau kampusnya.

Apa yang dia baca, dia dengar, dia lihat dan dia rasakan menjadi bahan untuk mengambil sikap. Dorongan emosi yang tumbuh seringkali menjadikan remaja yang beranjak dewasa ini salah memilih dalam bersikap. Egonya mengalahkan akal sehatnya.

Sudah kodratnya manusia itu mahluk pembelajar. Jika ada kekeliruan dan kesalahan dalam bersikap di masa muda, maka ada fase untuk memperbaiki diri. Kehidupan rumah tangga biasanya menjadi tahap penting bagi anak muda untuk belajar memperbaiki emosinya. Tuntutan pekerjaan dan kemampuan memanage keluarga menjadi pembelajaran tersendiri bagi manusia untuk bisa bersikap sabar, adil dan kuat menghadapi penderitaan.

Baca juga:  Bully Paling Enak, Hanya Nasi Kebully

Jika pada tahap ini gagal, maka akal sehat dan jiwa manusia akan mengalami fase kepalsuan. Manusia akan terjebak pada nafsu keduniawian semata, tanpa memahami hakekat tujuan hidupnya.

Umur 40 tahun ke atas biasanya menjadi fase untuk memahami hakikat kehidupan. Pengalaman fisik, rasio dan emosi selama waktu muda menjadi bahan untuk melangkah ke fase ini. Disinilah fase terakhir yang harus dilewati agar tidak terjerembab dalam berbagai kepalsuan dunia.

Refleksi menjadi kata kunci untuk manusia agar bisa menemukan hakikat hidupnya. Membaca hal-hal yang filosofis dan religius sangat membantu untuk menemukan kembali jatidirinya. Bertemu orang-orang bijak yang sudah purna dalam memahami realitas kehidupan juga mendorong kecintaan kepada kebenaran dan kebaikan lebih utama. Akhirnya, terbongkarlah segala kepalsuan jika fase ini bisa terlewati dengan baik.

Akhirnya, kita akan mengalami sebuah fase menjadikan cinta kepada Tuhan, kemanusiaan, keadilan, kebaikan, kebenaran dan kebijaksanaan menjadi dasar dalam setiap melakukan tindakan. Manusia yang mampu melewati tahap ini, bisa dikatakan sebagai manusia yang telah menemukan jatidirinya. Dia melakukan apapun didasari cinta dan berakhir dengan tujuan kebaikan bersama.

Semoga pembaca sekalian tergolong orang-orang yang mampu menyibak dan meninggalkan berbagai kepalsuan yang menghampiri di kanan kiri kita semua, Amiin.

NB; Penulis merupakan warga Nahdliyin. Saat ini penulis lebih banyak beraktivitas di Jawa Tengah.

Related Articles

Back to top button