NasionalNewsOpiniRagamTelusur

King Arthur “Andry Dewanto Ahmad” & The Three Musketeers

Oleh: R.J Warsa*

Asam deoksiribonukleat alias DNA, merupakan satu dari beberapa jenis asam nukleat dengan kemampuan pewarisan sifat, dimana keberadaannya ditemukan dalam nukleoprotein yang membentuk inti sel manusia. Tenang saja! Anda semua tidak perlu khawatir membaca artikel ini lebih jauh, karena tidak menuntut anda untuk jadi ahli biologi, ahli kimia, hingga ahli politik. Hanya mengantarkan sebuah kisah ksatria, dengan gagasan filsafat postmodern.

Kabar meninggalnya Tuan Guru Andry Dewanto Ahmad beredar di grup WhatsApp dengan cepat, pada Kamis (29/7/2021) pagi. Bermula dari denting yang dikeluarkan Fauzan Fuadi, Ketua Fraksi Partai Besar di Ayodhya. Lantas berderet dentingan-dentingan lainnya pada berbagai platform digital, bermunculan meramaikan peristiwa tersebut.

Sungguh membuat diri hanya bisa terduduk lemah, di antara pohon-pohon kopi yang tumbuh di lebatnya hutan Alengka. Sejauh itu dentingan ucapan-ucapan senada bentuk duka cita bak tweetan burung walet, berputar seru dalam penangkaran dengan hasil berupa sarang berbahan air liur yang menggiurkan.

Ku lihat kembali berbagai postingan dari Tuan Guru saat ruhnya masih dikandung badan, terlihat sebuah postingan pada 28 Juni 2021, satu bulan lebih satu hari sebelum beliau wafat. Terlihat ia mengunggah ke Facebook hasil edit wajahnya di aplikasi REFACE APP, dengan status berjudul “Pedang Keadilan”.

Andry Dewanto Ahmad mewujudkan dirinya bagai King Arthur, seorang ksatria pemberani yang mengembalikan ketertiban dunia dari berbagai macam bencana. Dengan tipikal DNA yang penuh keberanian, pandai berperang, namun tetap santun dan baik hati.

Sebagaimana hikayat tentang King Arthur, baik yang ditulis oleh Sir Thomas pada 1470 berjudul Le Morte d’Arthur hingga Idylls of the King karya Lord Alfred Tennyson pada 1842. King Andry terus tumbuh dengan luar biasa, terlebih setelah berhasil menarik pedang Excalibur dari sebuah batu besar di Mbhetek 164 Kota Malang.

Baca juga:  POLA ASUH TEPAT, PERSEMPIT PELUANG ANAK TERLIBAT TINDAK KEKERASAN
Unggahan Almarhum Andry Dewanto Ahmad sebulan lalu pada laman Facebook

Saat masa Romawi dipimpin Lucius, King Andry menyatakan perang dengan santun. Ia bahkan mendapatkan mandat memimpin KPU East Java 2010-2014, serta mandat-mandat lainnya. Bersama pasukan-pasukannya yang cenderung dianggapnya sederajat, menyebabkan pasukannya turut bergerak dengan semangat loyalitas tanpa batas. The King selalu tersenyum pada siapapun, tanpa pernah menunjukkan wajah sangar dengan pedang Excalibur, atau ia senang menamakan pedang tersebut sebagai pedang Keadilan.

Hubungan DNA King Andry dengan The Three Musketeers, jelas tentang semangat, citra diri, hingga perjuangan luar biasa dari orang-orang biasa tanpa trah. Cerita bersambung (Cerbung) Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas terbitan majalah Le Siècle pada 1844. Semacam panduan yang digerakkan dengan halus pada diri para ksatria. Mengenai persahabatan para ksatria yang menjunjung semboyan “Un pour tous et tous pour un“. Terus tumbuh walau sang raja telah wafat.

Sang Raja Menyamar

Suatu waktu, King Andry menyamar sebagai orang biasa. Ia mendekati pemuda bernama d’Artagnan, yang nampak mencuci tumpukan piring kotor usai digunakan pada acara istighosah malam sebelumnya.

“Mas, gimana kabarnya?” tanya The King. “Kabarnya lagi bersih-bersih,” jawab Artagnan. Ia lantas membantu d’Artagnan mengangkat sampah, sembari bercerita mengenai tirakat Ksatria Putih.

“Dulu ada ksatria sabuk putih yang rajin cuci piring, bersih-bersih, hingga nyabutin rumput pada sebuah kastil di pinggiran sungai Brantas. Ia jadikan itu sebagai tirakat. Lantas memudahkannya mencabut pedang Excalibur,” ucap King Arthur yang menyamar, sembari memberikan izasah amalannya tanpa disadari d’Artagnan.

Usai bersih-bersih keduanya minum kopi bersama, sembari menghisap sebatang rokok dengan logo gudang dipenuhi garam. d’Artagnan lantas berkata, “Jangankan pedang Excalibur, hari libur saya juga di ganggu anda”.

Baca juga:  Lupakanlah Cerita Kelabu, Mari Kita Susun Lagi Langkah Baru

Sehari setelahnya, Athos pemimpin dari Three Musketeers menjelaskan pada d’Artagnan jika sebenarnya kisah yang disebutkan pria biasa itu, adalah nyata. Dan itu adalah King Arthur dari Inggris, yang menyamar untuk memasuki wilayah Prancis.

Satu untuk semua, semua untuk satu menjadi semboyan yang terus terpatri pada jiwa-jiwa ksatria semacam Athos, Porthos, Aramis, serta d’Artagnan. Walau mereka telah terpisah dan meninggalkan kastil Averroes, di Prancis sana belasan tahun lalu. Athos kini berada di Mblitar, kabarnya ngamal ilmu kepemimpinan Soekarno. Porthos saat ini bergerak melampaui kekuatannya utamanya sebagai politisi, ia jadi bendahara di Kota Romawi. Sementara Aramis meminang wanita keturunan Ken Arok, serta membuka berbagai macam jenis koperasi, terkecuali koperasi simpan pinjam.

d’Artagnan kini menggembala sapi dan kambing di Alengka. Yang kabarnya bakal jadi Ibukota baru sebuah negara di Asia. Ia kemudian mengambil HP, lantas mengetikkan sesuatu untuk dikirimkan pada The Three Musketeers.

“Dengan segala rasa hormat dan penuh takzim, kita semua sebagai murid Andry Dewanto Ahmad hendaknya berdoa. Semoga amal baik beliau diterima disisi Allah SWT, dan diberikan sebaik-baiknya tempat sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Sekiranya Tuan Guru diberikan sebuah permintaan, oleh Sang Khalik. Tentu beliau akan meminta agar segala bala penyakit yang melanda di dunia dihentikan. Amiin Ya Rabbal Alamin,” ketik d’Artagnan.

NB: Penulis merupakan salah-satu santri dari Alm. Syekh Andry Dewanto Ahmad. Dahulu saat nyantri sering kali disuguhi sajian kopi kapulaga panas buatan King Andry di Singosari Kota Malang.

 

Related Articles

Back to top button