Cerpen & PuisiRagam

Cinta Terhalang Hitungan

Oleh: Riska Ramuna CN*

Alkisah terdapat sepasang kekasih yang mendatangi sahabatnya. Mereka bertemu di sebuah cafetaria, melepaskan berbagai perihal termasuk mengenai kelanjutan hubungan mereka yang akhir-akhir ini sedang mengalami masalah besar.

“Hubungan kami dalam masalah. Padahal sudah tiga tahun menjalin rasa, tetapi sepertinya adat yang bakal menjadi tembok kami berdua untuk menuju ke jenjang pernikahan,” ungkap Suminem sembari menangis yang diiringi peluk erat Sumantri.

Hubungan keduanya makin hari akhirnya terendus oleh masing-masing orang tua. Tak pelak cerita kasih mereka harus tersampaikan dengan apa adanya.

Walau menampilkan wajah bijak, nampaknya ayah Sumantri larut dalam pikirannya sendiri. “Ayah akan segera menemui bapaknya Suminem, lebih cepat lebih baik,” terangnya.

Akhirnya kedua orang tua muda-mudi itu sepakat untuk bertemu. Dalam sebuah rumah beton merah, hadir perbincangan mengenai hari dan tanggal yang baik untuk acara pertunangan dan pernikahan untuk anak-anak mereka.

Hitung punya hitung akhirnya kedua orang tua mereka saling menentang dengan hubungan mereka yang tidak bisa di teruskan untuk menuju ke jenjang pernikahan.

Karena weton mereka yang tidak bisa di persatukan,sebab jumlah weton yang perempuan 13 dan yang laki-laki 13. Hingga tercatat hitungan total berjumlah 26. Angka yang dipercaya dalam hitungan Jawa, tabu untuk meneruskan ke jenjang pernikahan.

“Maaf ya! Saya dengan segala hormat meminta kebaikan dan keluasan hati dua keluarga dan anak-anak yang saling mencintai ini untuk tidak melanjutkan dan membicarakannya lagi kedepan. Hitungannya benar-benar tidak nyambung,” ungkap bapaknya Suminem diamini ayah Sumantri.

Sungguh bagai petir di siang bolong. Betapa hancurnya hati mereka dengan keputusan kedua orang tua mereka Yang masih kukuh dan percaya dengan perhitungan weton.

Baca juga:  Sopan Sopian - Memandang Muara Muntai dan Kukar ke Depan

Cita cinta mereka yang telah terjalin selama tiga tahun, jelas melebur bagai debu yang tertiup angin kencang. Impian mereka untuk bersatu menjadi keluarga kecil bahagia, lenyap di telan bumi.

Nampak Sumantri duduk termenung diam dalam kamarnya, sementara dipojokan depan berkumpul kedua orang tuanya.

“Tenang Bu! Sudah bapak siapkan jodoh yang cocok untuk Sumantri. Anak perempuan cantik, bapaknya pengusaha batu akik. Weton cocok, koleksi batu akik Ayah bertambah,” sembari ayah Sumantri membetulkan lipatan sarungnya.

Penulis merupakan mahasiswi Universitas Kutai Kartanegara, Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan.

Related Articles

Back to top button