Aswaja

Dari Sunan Ampel Hingga KH Hasyim Asy’ari

Oleh: Muhammad Fadllil Kirom

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka” (HR Abu Dawud no. 4291).

Dalam penelusuran saya, selama 6 abad terakhir selalu ada ulama yang berpengaruh dalam menggerakkan semangat rahmatan Lil ‘alaamin di setiap zaman (baca : 1 abad). saya mulai dari Sunan Ampel penanda zaman abad 15, Sunan Pandanaran Abad 16, Kyai Hasan Besari abad 17, Kyai Mutamakkin abad 18, Kyai Abdul Mannan Termas abad 19 dan Kyai Hasyim Asy’ari abad 20.

Generasi Sunan Ampel membangun dasar-dasar spiritualitas di era kerajaan Demak, Sunan Pandanaran di era kerajaan Pajang hingga era Sultan Agung, Kyai Mutamakkin Kajen mendampingi ummat di era Paku Buwono I dan II, Kyai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo mengawal masyarakat di saat pecahnya Mataram menjadi 4 karena perjanjian Gianti dan Salatiga.

Kyai Abdul Manan Termas (ayahya syekh Mahfudz Termas) mengawal masyarakat pasca perang Diponegoro, dan KH Hasyim Asy’ari mengawal masyarakat mempersiapkan NKRI.

Dari Generasi Sunan Ampel hingga Khadratusy Syekh KH Hasyim Asy’ari memiliki ketersambungan (sanad) keilmuan. Pola dakwah di Pesisir Pantura dan pedalaman (selatan) Jawa memiliki karakteristik yang berbeda.

Di Pantura pendekatan fiqh dan Ushul fiqh tampak lebih dominan, sementara di sisi pedalaman pendekatan tasawwuf ala sunan Kalijaga lebih diterima masyarakat. Hingga kini perbedaan pola ini masih bisa dirasakan.

Memasuki abad 21, Islam di Indonesia diharapkan menjadi pemodelan (contoh) bagi ummat Islam di penjuru Bumi dalam hal mempraktekkan Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin. Sebagai negara terbesar yang berpenduduk muslim dimana 50 tahun terakhir mampu membangun keberagaman tanpa konflik seperti di timur tengah, diharapkan berkontribusi dalam perdamaian dunia dan permasalahan global lainnya.

Baca juga:  Ketika Islam di Andalusia

Nahdlatul Ulama sebagai salah satu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia memiliki potensi besar untuk menyumbangkan berbagai pemikiran dan pengalamannya di panggung global. Berbagai inisiasi global yang dilakukan NU sejak Alm. Gusdur hingga hari ini bisa dijadikan landasan untuk merumuskan langkah strategis dalam percaturan global.

Pendekatan fiqh sosial yang ditawarkan oleh Alm. KH Sahal Mahfudz (Rois Am Syuriah PBNU tahun 2004 – 2014) sangat relevan untuk menjadi landasan menghadapi problem global. Pendekatan dari Qouli menuju Manhaji memberi harapan untuk ulama abad 21 dalam menyikapi isue global seperti demokrasi, HAM, terorisme, krisis pangan, krisis keuangan hingga perubahan iklim.

Sungguh modal sosial dan kultural NU yang begitu besar akan menjadi kekuatan transformasi sosial jika terkonsolidasi dan ter-manage dengan baik. Pada situasi inilah, Ulama sang Penanda Zaman di abad 21 akan lahir. Siapakah Beliaunya? Apakah beliaunya akan memimpin NU secara formal atau berada dibalik layar saja? Wallahu ‘alam.

Yang jelas, sebagai orang awam, Saya hanya bisa berdoa, terus belajar dan berbuat semampunya untuk “nyengkuyung” para penanda zaman yang ikhlas bekerja untuk kemanusiaan, keadilan dan kebenaran. Biarlah waktu yang akan mencatat langkah kreatif, inovatif, inspiratif dan progresif para “Penanda Zaman”.

Akhirnya, Semoga kita semua senantiasa diberi kekuatan dan kesabaran untuk selalu mengabdi kepadaNya, Amiin Ya Robbal ‘Alamin.

Related Articles

Back to top button