Tsumamah bin Itsal. Seorang laki-laki asal Yamamah, Yaman. Ia amat sangat membenci nabi Muhammad, karena menurutnya ajaran yang dibawanya : Islam telah merusak tradisi. Hatinya memendam keinginan kuat untuk membunuh Muhammad Saw.
Pada saat yang direncanakan dia pun berangkat ke Madinah. Ia mempersiapkan senjata dan segala yang diperlukan untuk tujuan tersebut.
Umar bin Khattab dan para sahabat Nabi melihat kedatangannya dan memperhatikan gerak gerik dan gestur Tsumamah yang mencurigakan. Mereka lalu menghadang lelaki pemberani asal Yamamah itu. Beliau bertanya kedatangannya ke Madinah : ‘Apa tujuanmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?’, tanya Umar menginterogasi Tsumamah.
Dia memang punya nyali pemberani. ‘Aku ke sini untuk membunuh Muhammad!’, jawab Tsumamah tanpa ragu, sekaligus menantang.
Mendengar jawaban yang menantang ini Umar tak pelak segera menangkapnya dan membawanya ke masjid. Tangannya kemudian diikat. Senjatanya diarampas. Umar melaporkannya kepada nabi Muhammad Saw.
Nabi Saw kemudian keluar menemui Tsamamah. Lalu terjadi dialog. Beliau bertanya: bagaimana keadaanmu Tsamamah?’. Ia menjawab :’saya baik-baik saja. Jika kamu membunuh seseorang, maka akan ada yang membalas kelak. Jika kamu memberi makan, maka kamu memberi kepada orang yang berterima kasih, dan jika kamu minta uang, kamu akan diberi seberapapun kamu memintanya’. Dialog seperti ini dilakukan lagi sampai tiga hari, esok harinya dan hari berikutnya. Pada hari ke empat nabi meminta sahabatnya melepaskan ikatannya dan membebaskannya.
Tsumamah kemudian pergi ke sebuah pohon kurma di dekat masjid, lalu mandi. Sesudah itu kembali dan menyatakan masuk Islam, membaca dua kalimat Syahadat. Kemudian mengatakan :
“Muhammad, demi Allah tidak ada di muka bumi ini orang yang paling aku benci selain kamu. Tetapi sekarang kamu adalah orang yang paling aku cintai. Jika kudamu bisa membawaku, aku ingin umroh, bagaimana menurutmu?.”.
Nabi saw gembira dan menyuruhnya umroh. Manakala dia tiba di Mekah, dan orang-orang Quraisy mengetahui dia masuk Islam, mereka berkata : “kamu pura-pura ya?”. Ia menjawab : tidak. Aku mengikuti/bersama Muhammad”.
Tsamamah menjadi muslim yang baik dan ikut berjuang menyebarkan Islam secara baik-baik.
Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangu