Arusmahakam.co, Tenggarong – Ratusan warga berbondong – bondong menduduki lahan yang diduga lokasi tambang ilegal di wilayah Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Aksi tersebut diikuti warga dari empat desa yakni desa Sumber Sari, Ponoragan, Sepakat dan Bukit Biru. Mereka merasa terancam dengan kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang ilegal tersebut.
Sutarno, kepada desa Sumber Sari menyatakan bahwa aksi ini merupakan keinginan warga yang sejak dari awal memang tidak menginginkan adanya tambang diwilayah Sumber Sari, baik ilegal maupul resmi, karena Desa Sumber Sari merupakan kawasan wisata dan Pertanian Padi.
“Desa Sumber Sari seharusnya tidak ada aktifitas tambang, karena sudah ditetapkan desa pertanian dan desa wisata oleh Pemkab Kukar” tegas Sutarno.
Sutarno Menjelaskan bahwa masyarakat begitu luar biasa bergejolak untuk menolak tambang ilegal, diketahui wilayah yang dilakukan penambangan batu bara ini memiliki salah satu sumber mata air yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengaliri area persawahan dan itu bisa berdampak buruk bagi para petani disini.
“Kalau disini ditambang otomatis limbah akan mengalir kesungai pelay dan itu akan berimbas ke Desa Sumber Sari, Ponoragan dan Sepakat, Yang notabene Sumber Sari adalah lumbung pangan. kemudian Ponoragan penghasil ikan dan bibitikan, sama seperti Desa Sepakat,” jelas Sutarno.
Sutarno meyakini kegiatan tambang ini dipastikan ilegal karena sampai sekarang ijin dengan pemerintah desa tidak ada dan pihak penambang tidak ada berkomunikasi terlebih dahulu.
“Tuntutan kami jelas hanya satu yakni tidak ada tambang di Desa Sumber Sari baik legal maupun ilegal, ini sudah 3 kali terjadi yang cukup besar di Sumber Sari,” sambungnya.
Setelah melakukan aksi kurang lebih tiga jam lamanya pihaknyalangsung membubarkan diri secara damai. Karena pihak kepolisian berjanji untuk memastikan aktivitas penambangan tidak lagi berjalan.
Sementara itu, salah satu petani yang mengikuti Aksi tersbut, Hariyono, menyebutkan bahwa dampak dari aktivitas tambang tersebut tentu sangat dirasakan bagi kalangan petani.
“Kalau kemarin air sungai keruh, kita sempat siram tanaman pakai air itu, cuma kena hujan hilang (jernih lagi). Kalau beroperasi lagi ya keruh lagi,” kata Hariyono.
Mayoritas masyarakat Desa Sumber sari adalah petani, baik petani sawah maupun hortikultura. Bahkan, hidup mereka pun bergantung terhadap hasil pertanian dan sumber air untuk menyirami tanaman itu juga bergantung di Sungai Pelay.
“Disitulah penghasilan kita, kalau ini (Sungai Pelay) terganggu pasti terasa. Karena tanaman kalau berkelanjutan pasti layu, rusak dan akan gagal panen,” pungkasnya. (mls/amc/red)