Opini

Bersantai di Tengah Meruahnya Informasi

Oleh : M. Hasyim Romadani

Informasi menjadi salah satu hal penting yang mempengaruhi perkembangan umat manusia dari zaman dahulu hingga saat ini. Dengan adanya informasi seseorang bisa membuka wawasan dan memperbarui yang ia ketahui tentang suatu hal, entah untuk keperluan hidup sehari-hari atau tujuan yang lebih besar; pengambilan keputusan dalam bisnis, membangun karir, hingga membuat hasil penelitian.

Informasi juga memudahkan seseorang untuk memulai atau menyelesaikan suatu perkara. Seiring berjalannya waktu, informasi berkembang karena perkembangan manusia, seperti perkembangan manusia karena adanya informasi itu sendiri.

Dilansir dari website resmi Kominfo Republik Indonesia, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Henri Kasyfi Soemartono mangatakan bahwa, pada tahun 2020 penetrasi pengguna internet di Indonesia berjumlah 73,7 persen, naik dari 64,8 persen dari tahun 2018 (Soemartono, 2020).

Adanya perkembangan teknologi informasi ini mempermudah banyak orang memberdayakan informasi. Media online membuat seseorang dapat menembus batas wilayah, ruang, dan waktu (Hafied Cangara, 2017 : 152). Tidak hanya dalam mengakses informasi, tetapi juga menyediakan informasi itu sendiri. Informasi yang pada awalnya berasal dari media tertentu, kini bisa berasal dan diperoleh setiap orang.

Media Informasi lama yang bersifat satu arah kini juga mulai digantikan oleh media online yang lebih bersifat dua arah (I Gusti Ngurah Putra, 2020 : 6). Hal ini membuat informasi lebih terbuka dan tidak dikendalikan oleh satu pihak, seperti pemilik media besar, negara, atau pemilik modal.

Sehingga potensi hegemoni informasi pada publik semakin menipis. Di saat yang sama adanya media online membuat informasi semakin tidak jelas. Kita kesusahan untuk mengetahui mana yang salah dan yang benar, mana yang bisa dipercaya dan mana yang tidak. Media online memberi kita terlalu banyak informasi berbeda-beda.

 

Salah satu kasus misalnya pada beberapa saat lalu, tepatnya 11 Mei 2022, salah satu jurnalis senior Palestina Shireen Abu Akleh dinyatakan meninggal karena ditembak. Peristiwa itu terjadi saat Shireen sedang melakukan liputan lapangan di kamp pengungsian Jenin. Salah satu rekan Shireen yang selamat, Ali Samoudi mengatakan bahwa mereka ditembaki oleh pasukan militer Israel hingga menyebabkan kematian rekannya itu.

Baca juga:  Virus Hasud

Informasi menyebar, dan Israel mendapatkan kecaman. Menyikapi itu, pihak Israel bergerak cepat dengan menginformasikan bahwa Shireen tertembak oleh tentara militan Palestina (Naftali Bennett, 2022). Mereka bahkan merilis rekaman singkat untuk mendukung klaim tersebut. Menggunakan data dan informasi seolah-olah bukan merekalah yang bertanggung jawab atas kejadian tragis yang menimpa Shireen.

Sayangnya kemajuan teknologi informasi tidak bisa mendukung klaim satu pihak. Seperti pihak media pemerintahan Israel, banyak pihak yang berlawanan dengan mereka juga melakukan hal yang sama. Mereka menyebarkan rekaman video di media online yang menunjukkan bahwa pihak Israellah yang melakukan penembakan terhadap Shireen. Termasuk dalam data penyelidikan yang dilakukan oleh media jurnalisme investigasi, Bellingcat yang bertempat di Belanda (Bellingcat, 2022).

Adanya absurditas informasi datang seiring penggunaan media online yang semakin luas pada kalangan masyarakat. Hal semacam ini tidak hanya terjadi pada kasus kematian Shireen Abu Akleh, masih banyak kasus atau kejadian lain yang mengalami ketidakjelasan serupa.

Bila kasus Shireen berada pada ranah informasi internasional, berita hoax dan fake yang bertebaran di whatsapp, facebook, dan media sosial kita adalah absurditas informasi di ranah lokal dan akar rumput. Masalah yang mungkin sudah terlihat usang, namun faktanya terus terjadi di kalangan kita.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyikapi absurditas informasi yang liar ini? Jawabannya adalah berhenti untuk mencoba mengendalikan atau mengkontrol absurditas informasi tersebut, dan beralih mengontrol apa yang bisa kita kendalikan sendiri.

Seperti yang disarankan para pemikir Stoik dalam setiap risalah mereka yang tersisa. Program etis yang menyarankan seseorang untuk berani menerima bahwa, tidak semua hal berada dalam kendalinya, dan menyadari bahwa satu-satunya hal yang berada dalam kendalinya adalah pemahaman, emosi, dan cara berpikirnya sendiri (Ito Prajna, 2020).

Baca juga:  Sabam, Musuh Orba Generasi Pertama

Sedari awal informasi adalah sesuatu yang berada di luar kendali kita. Kita tidak pernah tahu akan ada fenomena apa yang terjadi di kemudian hari, entah itu kota yang terkena banjir, pabrik yang terbakar hebat, atau kepala negara yang tiba-tiba ingin naik tiga periode. Hal yang bisa kendalikan adalah diri kita sendiri, reaksi yang akan kita pilih pada absurditas informasi ini.

Setelah menyadari langkah yang perlu kita lakukan dalam menyikapi meruahnya informasi, kita tidak perlu stres. Kita hanya perlu mempelajari, memperbanyak refrensi, membaca literatur yang berhubungan, yang intinya memperluas wawasan kita seputar informasi absurd yang kita dapatkan.

Tidak perlu juga untuk marah-marah dan mengeluarkan segala macam nama binatang dari mulut kita. Karena tindakan itu hanya akan menguras tenaga dan membuat kita terlihat seperti orang gila.

Akan lebih baik untuk kita memikirkan fenomena tersebut dengan lebih matang. Kita perlu memperbaiki cara kita berpikir, seperti memeriksa kembali kemampuan logika yang kita punya. Mempertanyakan “Apakah reaksi yang saya beri pada fenomena absurditas informasi ini berdasarkan pertimbangan logika yang tepat?”

Dengan begitu adanya absurditas informasi yang kita dapatkan di media online tidak lagi akan terlalu menggangu kita seperti sebelumnya. Sepotong etika stoikisme ini akan membantu kita meminimalisir reaksi yang tidak perlu dan perdebatan yang tidak jelas. Setidaknya  itu bisa menjaga kita untuk tetap waras.

 

 

Related Articles

Back to top button