arusmahakam.co, Samarinda – Kekerasan seksual akibatkan dampak negatif yang besar, baik secara fisik maupun psikologis bagi korbannya.
Kekerasan seksual ini juga sering terjadi terhadap anak di bawah umur. Dampaknya, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tenaga Ahli Psikolog Klinis Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Kalimantan Timur (UPTD PPA Kaltim) Ira Mayangsari menerangkan jika kekerasan seksual terhadap anak akan menimbulkan dampak yang sangat besar. Terutama pada masa tumbuh kembang si anak.
“Pelecehan seksual jelas menghambat tumbuh kembang anak,” ucapnya.
Yang membuat lebih memprihatinkan, lanjut Ira, kekerasan seksual banyak menimpa anak yang usianya masih sangat belia. Di bawah 6 tahun yang mana masih dalam umur pra-sekolah. Ditambah tindakan tak senonoh tersebut kerap dilakukan orang terdekat.
“Ini lah yang memprihatinkan kasus pelecehan seksual banyak sekali terjadi pada anak yang usia pra-sekolah,” ucap perempuan yang akrab disapa Ira ini.
“Jadi dalam dunia psikologi anak usia 0-5 tahun kenapa bergantung kepada ibunya karena itu masa anak menanamkan rasa percayanya. Nah itu yang kami sayangkan ketika terjadi pelecehan rasa percaya itu pasti akan runtuh terlebih pelakunya orang terdekat,” tambahnya.
Ditanya lebih jauh terkait tumbuh kembang anak yang menjadi korban kekerasan seksual, Ira menerangkan jika anak akan menjadi ragu untuk menerima pembelajaran baru dan mengalami kehilangan kepercayaan pada orang lain. Selain itu akan menciptakan pola pikir atau pandangan jika dunianya selalu tidak aman.
“Sebab, anak ini kan kita berikan pendidikan dan pemahaman bahwa dunia ini aman, sehingga tidak ragu untuk mengeksplor. Tapi ketika terjadi pelecehan seksual jadi si anak punya mindset baru, bahwa dunianya tidak aman dan ragu kembali untuk melakukan pembelajaran. Akhirnya muncul gejala kecemasan, gejala yang menunjukkan tidak siap untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar,” terangnya.
Rasa trauma pada anak akibat mengalami tindakan kekerasan seksual juga akan membekas. Bahkan anak yang menjadi korban tindak kekerasan seksual kerap merasa ketakutan jika bertemu orang yang baru dikenalnya.
“Sebelumnya saya juga ada pendamping korban anak tiga tahun yang dilecehkan oleh rekan ayahnya sendri. Mau untuk BAP di kepolisian saja sudah nangis karena trauma, melihat polisi yang periksa itu sudah seperti melihat pelaku. Yah seperti itu lah contohnya,” tutupnya. (adv/dys/DKP3A)