Satu-persatu sahabat dan kawan dekat berpulang. Minggu lalu seorang rekan kerja mendahului secara tiba-tiba. Dua hari ini, Bang Lukman Namanya dan sahabat Andi Amir bin Petta Appe Said juga pergi.
Sekitar jam 12-an, 5 Agustus kemarin HP berdering, dilayar terlihat nama sahabat Merah Johansyah Ismail memanggil. Setelah saling bertanya kabar dan kondisi kesehatan, Merah lalu bertanya sekaligus mengkonfirmasi, betulkan Bang Amir meninggal?. Lutut dan tulang-belulang saya lemas. Serta-merta saya menelpon Ustadz Ahmad Ali Yasin untuk memastikan berita ini. HP terangkat tetapi salam saya tak terjawab, yang terdengar suara serak dan isak-tangis, “Ia Bang, mas Amir sudah pergi mendahului kita semua”. Hening, bulir-bulir air mata menetes deras.
Sudah dua-tiga hari ini saya melihat di grup WA dan media sosial sahabat-sahabat PMII-NU, khususnya di Tenggarong yang mengabarkan soal sakitmu. Tapi apa daya, situasi pandemi memaksa kita untuk tidak saling berkunjung. Ingin menelponmu, tetapi khawatir mengganggu pemulihanmu. Baru saja di hari ketiga ini ingin menelpon dan bercengkerama denganmu, malah kabar duka yang kami terima.
Mengenal dan bersahabat denganmu sejak 2003-2004, hampir tak pernah kita berselisih paham. Hanya di beberapa “simpang jalan” kita kadang mengambil jalan yang berbeda. Tetapi di jalan berikutnya kita bertemu dan beriring lagi. Seperti biasa, setiap kita bertemu, engkau selalu bersemangat dan menggebu-gebu membincang banyak hal soal orang banyak, soal kepentingan dan mashlahah umat. Dirimu tak pernah mengeluhkan soal-soal pribadimu, yang saya tahu juga kadang tak ringan.
Dua-tiga tahun terakhir, dirimu selalu bercerita soal makin mendesaknya literasi untuk publik, khususnya kader-kader dan jamaah PMII-NU. Dan jalan literasi dan kaderisasi inilah sesungguhnya yang mempertemukan dan mempertautkan persahabatan kita dari awal. Dan ini engkau wujudkan dengan salah satunya membangun media arusmahakam.co. Dirimu tanpa kenal lelah melatih dan memfasilitasi anak-anak muda untuk melek dan paham situasi di tengah zaman edan, era post truth ini.
Terakhir, satu lagi kegelisahanmu yang selalu kita diskusikan, soal membangun dan memperkuat ekonomi umat. Sejak akhir tahun lalu kita sudah merencanakan untuk berkeliling pondok-pondok pesantren untuk diskusi soal literasi dan membangun ekonomi pondok ini. Satu keyakinanmu yang selalu saya amien-kan, “akan sulit untuk militan dalam perjuangan kalau perut kelaparan”. Inspirasi hadis Nabi “Kaadal faqru an yakuuna kufran”, bahwa sungguh kefakiran itu amat dekat kekufuran, sungguh sangat mempengaruhi pikiranmu. Padahal kita saling paham, bahwa kondisi dan keadaan ekonomi kita berdua, bahkan (sangat mungkin) tidak lebih baik dari orang-orang yang kita perjuangkan…
Selamat jalan sahabat, engkau orang baik, husnul khatimah dan insya Allah surga adalah tempatmu… Al-Fatihah…
Penulis merupakan sahabat seperjuangan Andi Amir dan merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Provinsi Kaltim