Opini

Aristoteles Filsuf Yunani yang Terakhir

Oleh; Achmad Ramadhani

Mubasysyir bin Fatik di dalam Mukhtar al-Hikam wa Mahasin al-Kalim (h. 178-184) mengatakan bahwa Aristoteles dalam bahasa Yunani berarti al-kamal al-fadhil (yang sempurna dan utama). Ayahnya bernama Nicomachus yang berarti pendebat ulung. Ibunya bernama Phaistias. Ayahnya adalah dokter bagi kakek dari Alexander the Great.

Aristoteles lahir di Stagira, Makedonia. Ketika berumur 8 tahun, ayahnya “memesantrenkannya” ke Athena yang saat itu populer sebagai negeri para filsuf. Jalan inilah yang membawanya menjadi tokoh besar paling berpengaruh di dunia. Michael H. Hart, di dalam buku The 100 A Ranking of the Most Influential Persons in History, menempatkan Aristoteles pada rangking di bawah Nabi Muhammad Saw, Newton, Yesus, Buddha, Confucius, St. Paul, Tsai Lun, Gutenberg, Columbus, Einstein, Pasteur, dan Galileo. Tapi, Aristoteles berada di atas muridnya Iskandar Agung (rangking 33) dan gurunya Plato (40).

Al-Mubasysyir mengatakan bahwa pada mulanya Aristoteles tinggal di Lyceum dan belajar kepada para guru puisi, sastra, dan tata bahasa selama 9 tahun. Pada saat itu, ada seorang filsuf yang mencela ilmu-ilmu ini dan mengatakan bahwa seorang filsuf tidak membutuhkannya, bahkan mengejek guru-guru bahasa sebagai guru taman kanak-kanak, selain sebagai pembual, perayu, dan pembohong. ivomec sheep drench Ketika mendengar pandangan ini, Aristoteles muntab dan menyatakan bahwa filsuf sangat membutuhkan ilmu bahasa.

Menurut Aristoteles, tutur al-Mubasysyir, keutamaan manusia atas binatang adalah karena kata-kata. Manusia yang paling manusiawi adalah orang yang kata-katanya paling indah, paling mengungkapkan dirinya, paling sesuai dengan konteks, dan paling mampu memilih ungkapan yang paling ringkas dan padat. ivermectin for sale manila Selain itu, karena filsafat adalah sesuatu yang paling mulia, maka kata-kata yang mengungkapkannya juga haruslah paling teratur, fasih, ringkas, dan terhindar dari cacat, cela, dan cadel yang memudarkan cahaya filsafat, membuat orang enggan kepadanya, mengacaukan pemahaman, merusak makna, dan memicu kontroversi.

Baca juga:  Menyibak Kepalsuan

Ringkas cerita, Aristoteles berhasil menjadi filsuf penerus dua filsuf terbesar pada masa itu, Socrates dan Plato. Abu Sulaiman al-Manthiqi al-Sijistani di dalam Shiwan al-Hikmah (h. 85) mengatakan bahwa Aristoteles adalah orang yang disifati sebagai filsuf setelah Plato. Dia mendampingi Plato selama 20 tahun untuk belajar filsafat. Ketika muda, dia dijuluki “Spiritualis” karena dia sangat cerdas. Plato memanggilnya “Akal”.

Bahkan, menurut al-Mubasysyir (h. 180), Plato enggan memulai pelajaran kalau Akal belum datang. Lalu, bila Aristoteles datang, Plato berkata, “Mari kita mulai pelajaran karena Akal sudah datang. ivermectin dosage for roundworms in dogs ” Dia adalah orang yang mengarang buku-buku logika, menyusun ilmu fisika dan metafisika, dan untuk setiap ilmu dia menulis buku tersendiri dengan memperhatikan sistematikanya. Pada masa hidupnya lah dia memantapkan kekuasaan Dzulqarnain dan berkat dirinyalah syirik di Yunani dapat dibidas.

Al-Sijistani mengatakan bahwa Aristoteles adalah orang kelima dan terakhir dari lima orang yang dijuluki filsuf di Yunani. Orang pertama yang dijuluki filsuf adalah Empedocles, lalu Phytagoras, Socrates, dan Plato. Empedocles mendapat julukan ini karena dia pernah belajar kepada Luqman Sang Filsuf. Pandangan ini dikutip oleh al-Sijistani dari Abu al-Hasan Muhammad bin Yusuf al-‘Amiri di dalam bukunya al-Amad ‘Ala al-Abad. Penjelasan al-‘Amiri berikut ini mengisyaratkan bahwa sebutan filsuf sebagai pencinta kebijaksanaan dalam bahasa Yunani berakar dari negeri Timur.

Orang pertama yang dijuluki filsuf, tutur al-‘Amiri, adalah Luqman al-Hakim. Allah SWT berfirman dalam Surah Luqman ayat 12: “Kami telah menganugerahkan hikmah kepada Luqman.” Luqman hidup pada masa Nabi Daud as. Mereka tinggal di Negeri Syam (sekarang Suriah). Empedocles yang berasal dari Negeri Yunani datang ke sana untuk belajar hikmah kepadanya. Tapi, ketika dia kembali ke Yunani, dia menjelaskan kodrat alam semaunya yang secara zahir bertentangan dengan keberadaan akhirat. Orang-orang Yunani menyebutnya filsuf karena dia pernah belajar kepada Luqman. Bahkan, di kalangan Yunani, dialah orang pertama yang disebut sebagai filsuf.

Baca juga:  Sopan Sopian - Memandang Muara Muntai dan Kukar ke Depan

Penulis merupakan mahasiswa Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Fakultas Hukum, Jurusan Ilmu Hukum.

Related Articles

Back to top button