Sudah sejak awal ketika mengenal dunia advokasi, saya selalu diberikan pemahaman bahwa yang namanya eksploitasi pada alam secara berlebihan adalah musuh kita bersama.
Narasi ini dibangun bukan untuk menghancurkan piring nasi manusia lainnya. Tapi ini merupakan sebuah nalar kritis sekaligus aksi nyata untuk melawan oknum kejahatan terhadap alam yang terstruktur dan masif.
Fakta kini mengemuka, aktivitas pertambangan khususnya batu bara di Kutai Kartanegara menjadi sorotan. Buruknya infrastruktur jalan di Kabupaten kaya ini tidak sebanding dengan eksploitasi yang terus dilakukan sepanjang masa.
Parahnya lagi, beberapa bulan terakhir aktivitas tambang tanpa ijin (ilegal) secara terbuka menggunakan jalan umum sebagai jalur operasional angkutan hasil mengeksploitasi bumi Kartanegara. Sebut saja di salah satu Kecamatan yaitu Sebulu.
Rentang tahun 2012 hingga 2015 jalan utama Sebulu Modern menuju Desa Beloro dan sebaliknya sudah dibangun dengan konstruksi semen yang baik. Sewajarnya memang dilalui kendaraan masyarakat yang lalu lalang untuk aktivitas sehari-hari.
Bahkan warga Sebulu Modern yang ada di Dusun Sirbaya, Beloro dan sekitarnya memanfaatkan jalan tersebut sebagai akses utama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Baik itu bekerja, sekolah dan sebagainya.
Namun jelang masa Corona (Covid-19) permulaan tahun 2020 pesakitan itu dimulai. Jalanan yang semula mulus kini perlahan berubah. Wajar saja, kendaraan besar dengan muatan yang melebihi kapasitas sewajarnya semena-mena melintasi jalan Desa mengangkut hasil tambang.
Selain itu, jalur penghubung Kecamatan Sebulu ke beberapa akses daerah transmigrasi satuan pemukiman (SP) juga mulai berubah. Hutan yang semula menghijau di sepanjang jalan kini terlihat gundul dan kering kerontang.
Oknum pengusaha tambang batu bara kini merajalela, buruknya lagi mereka menghalalkan segala cara demi memuluskan ‘cuan’ tebali kantong dan dompet mereka.
Fakta dilapangan berbeda, nampaknya aktivitas itu tidak dicium oleh aparat yang berwenang. Padahal jelas-jelas aktivitas tambang batu bara yang menggunakan jalan umum melanggar Undang-Undang.
Yang mana Berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pada pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa “jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum”, dan pasal 1 angka angka 6 disebutkan “Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri”.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 5 dan 6 UU No. 38 Tahun 2004 sangat jelas bahwa jalan umum diperuntukan untuk lalu lintas umum dan bukan untuk kepentingan badan usaha, untuk kepentingan sendiri (Perusahaan) sehingga seharusnya pengangkutan batubara tidak menggunakan jalan umum, tapi harus menggunakan jalan khusus, karena kegiatan tersebut jelas untuk untuk kepentingan usahannya sendiri.
Nampaknya realitas di Kecamatan Sebulu merupakan sebuah pembiaran yang dilakukan oleh oknum tertentu. Entah garansi apa yang diberikan oleh pemilik usaha pertambangan tersebut demi mengamankan dollar yang mengalir dan tidak terhitung jumlahnya. Fakta, pemilik usaha tambang batu bara itu terus melakukan operasional yang menyita banyak hak orang banyak.
Sebut saja hak tentang menghirup udara yang sejuk, kini berganti dengan debu yang menyesakkan saluran pernapasan. Potensi penyakit yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan lebih membahayakan dari sekedar Corona yang lagi viral saat ini.
Fakta dilapangan kembali menjadi bukti, kemana masyarakat akan mengadu bila semua oknum pengayom bersatu dan bermufakat jahat untuk membunuh masyarakat secara perlahan dengan aktivitas yang merusak alam.
Baru saja beberapa hari dan jam yang lalu. Oknum pelaku usaha tambang batu bara menjelma menjadi preman yang menakutkan, berani memainkan pukulan fisik demi mengamankan cuan, untuk merobek rasa kemanusiaan.
Teruntuk masyarakat, kita ada dalam barisan yang sama. Pesakitan yang dialami Kutai Kartanegara sebab tambang batu bara ialah musuh kita bersama. Melawanlah untuk hidup yang lebih baik. Uang debu itu hanya pelipur lara, saat sakit yang di derita akibat aktivitas durhaka itu, maka akan berjuta uang yang kau habiskan demi sebuah kesembuhan.
Bagi perempuan, perlawanan ini bukan hanya dilakukan kaum laki-laki. Bahwa, kalian penjaga kualitas makanan keluarga, lihat dan baca keadaan yang ada. Bisa dipastikan jika tambang batu bara ini meraja lela, kelak air sumber makan dan minum kehidupan keluargamu akan tersita dengan air kolam tambang yang berbahaya.
Akhmad Maulana, Masyarakat Biasa