Teringat pada tahun 2019 saat pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) yang diadakan serentak, saya mendapati di tempat pemungutan suara (TPS) yang saya datangi, ada seorang tunanetra yang dengan semangat mendatangi TPS hanya untuk menyalurkan hak pilihnya. Dengan digandeng oleh seorang pendamping dan petugas TPS dia dengan bangganya mencoblos dan mencelupkan jarinya tanda telah menyalurkan hak pilihnya, terlihat dari senyum yang dia sunggingkan.
Sementara itu, terpikir oleh saya bagaimana nasib pemilih disabilitas yang lain? Apakah sama bersemangatnya dalam menyalurkan hak pilihnya? Atau bahkan mereka terfasilitasi dengan baik dalam pesta demokrasi tersebut?
Pada Pemilu 2019 lalu, KPU (Komisi Pemilihan Umum) mencatat jumlah pemilih penyandang disabilitas sebanyak 1.247.730 pemilih. Pemilih tunadaksa sebanyak 83.182 pemilih, tunanetra sebanyak 166.364 pemilih, dan tunarungu sebanyak 249.546 pemilih. Kemudian untuk pemilih dari tunagrahita ada 332.728 dan disabilitas yang masuk kategori lainnya sebanyak 415.910 pemilih.
Masalah aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pemilu kerap terjadi, bahkan bisa dikatakan terdiskriminasi. Menurut Bawaslu RIĀ masalah yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas dimulai dengan tidak terakomodirnya pemilih disabilitas dalam DPT. Hal ini terjadi karena sebagian penyandang disabilitas enggan dan malu untuk didata oleh petugas, demikian juga maraknya keengganan para penyandang disabilitas untuk ke TPS pada saat hari pencoblosan.
Permasalahan selanjutnya adalah tidak tersedianya akses yang memadai untuk para penyandang disabilitas ke tempat pemungutan suara di hari pemilihan.
Bagi penyandang disabilitas daksa yang menggunakan kursi roda, penting untuk dipastikan bahwa lokasi TPS bisa diakses atau dilalui. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu RI tahun 2019, ditemukan 2.336 TPS yang berada di tempat yang sulit dijangkau oleh penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda.
Ditambah lagi masih adanya diskriminasi mengenai pemberian informasi seputar tahapan pemilu kepada mereka. Dimulai dari materi kampanye, visi misi kandidat,sosialiasi penyelenggara yang tidak bisa dipahami oleh para penyandang disabilitas tersebut. harusnya disiapkan juga dalam bentuk braille untuk bisa diakses disabilitas netra dan penyandnag disabilitas lain dalam bentuk yang dipahami oleh mereka
Konstitusi kita ternyata mengatur mengenai hak pilih yang wajib dilindungi dan diakui keberadaannya seperti termuat dalam ketentuan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (3), dan pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Demikian halnya dengan ketentuan Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, dan ketentuan teknis yang diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Dari seluruh peraturan perundang-undangan yang ada, baik pada tingkat konstitusi dan undang – undang yang bersifat sektoral mengenai hak politik, tidak ada satupun ketentuan yang bersifat diskriminatif.
Perlindungan atas hak pilih bagi kelompok penyandang disabilitas terdapat pada Pasal 350 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengisyaratkan agar TPS ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang disabilitas, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geografis serta menjamin setiap Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas dan rahasia.
Kemudian Pasal 356 ayat (1) undang-undang 7 Tahun 2017 menjelaskan bahwa Pemilih disabilitas netra, disabilitas fisik, dan yang mempunyai halangan fisik lainnya pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih. Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara wajib merahasiakan pilihannya.
Perlindungan dan pemenuhan hak kelompok penyandang disabilitas pada pemilu sangat bergantung pada upaya penyelenggara pemilu dalam mempersiapkan dan melaksanakan pemilu yang berprinsip aksesibilitas.
Aksesibilitas dalam pemilu adalah suatu kondisi tatkala setiap warga negara bisa menggunakan hak politiknya (memilih, dipilih, diangkat menjadi penyelenggara pemilu) secara langsung, umum, bebas, rahasia, serta mandiri tanpa hambatan apapun.
Aksesibilitas dalam pemilu yang dimaksudkan di sini adalah fasilitas dan pelayanan yang bisa memudahkan penyandang disabilitas dalam memberikan hak politiknya dalam pemilu.
Penyandang disabilitas sebagaimana dengan orang penyandang non disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama. Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi, menghormati, dan melindungi setiap hak yang dimiliki pemilih disabilitas.
Pemilu 2024 memang masih jauh, namun bukankah harus dipersiapkan rencana kerja untuk mengatasi permasalahan pemilih disabilitas? Bukankah mereka punya hak dan suara yang sama untuk memilih dan dipilih?
Persiapan penyelengara pemilu dalam hal ini mesti dilakukan jauh hari dan melalui beberapa upaya, antara lain yang bisa dilakukan adalah melakukan sosialisasi pemilu kepada pemilih penyandang disabilitas, pendataan dan pendaftaran pemilih penyandang disabilitas, persiapan logistik pemilu, dan persiapan petugas penyelenggara pemilu yang ramah pemilih disabilitas. Karena itu, dibutuhkan mekanisme aturan yang lebih tegas dan detail untuk menjamin dan melindungi hak pilih para penyandang disabilitas.
Diskriminasi terhadap pemilih disabilitas terjadi karena tidak jelas dan tegasnya ketentuan tentang bagaimana kebutuhan serta tahapan proses pemenuhan hak kelompok penyandang disabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang perlu diatur lebih teknis di Peraturan KPU.
Untuk memenuhi hak pilih kelompok penyandang disabilitas, penyelenggara pemilu juga harus mempersiapkan sumber daya manusia yang memahami hak-hak dari kelompok penyandang disabilitas.
Langkah yang bisa diambil oleh penyelenggara pemilu adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan khusus kepada penyelenggara pemilu mulai dari tingkat nasional, daerah hingga tingkatan terkecil yakni KPPS. sehingga hak aksesibilitas yang dimiliki kelompok penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Semoga dalam masa persiapan jelang Pemilu 2024, semua pihak dapat berkontribusi menciptakan pemilu yang ramah terhadap pemilih disabilitas.
*Penulis adalah Pemerhati Transparansi Anggaran dan Kebijakan Publik