Duo Barber Blue Hill
Arusmahakam.co, Kukar – Di Tengah gelombang resesi ekonomi akibat Pandemi COVID-19. Tentu hidup dengan label mahasiswa atau mahasiswi menjadi beban lain, sebagaimana mereka tetap merupakan manusia biasa. Mereka tentu dituntut untuk lebih, dibandingkan sekedar orang-orang yang tanpa label atau telah melewati label tersebut.
Beruntung bagi mereka-mereka dengan label mahasiswa, yang hanya dituntut mengejar ilmu seluas-luasnya dan dibantu pembiayaan kuliah atas nama orang tua. Harusnya kalian bisa fokus mengejar predikat manusia yang kelak bisa lulus Strata Satu (S1) dengan predikat Cumlaude, Magna Cumlaude, Summa Cumlaude dengan IPK 4,00.
Karena hidup sebagai mahasiswa/mahasiswi tidak pula dapat berhasil sekedar menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN), kuliah iya. Kerja dan nyata tentu harus dibuktikan dengan tahapan dan proses yang jelas. Benar jika ada keberuntungan berupa mendapatkan intan Putri Malu semacam Alm. Haji Lihan, pengusaha intan permata asal Desa Cindai Alus Martapura Kalimantan Selatan. Ataupun keberuntungan-keberuntungan lain dalam kehidupan, namun hidup tetap terus berjuang walau keberuntungan selalu terselip dalam doa semua insan.
Duo Barber Blue Hill, yakni Andres Laiyan dan Abdus Salam menyadari jika mereka tidak saja bertugas di korps besar bernama Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) sebagai civitas akademika. Tetapi bertugas pula kerja dan nyata sebagai barber di Rumah Cukur Inggil di Bukit Biru, Tenggarong.
Tugas mereka memunculkan aura pada mahkota bernama rambut manusia, untuk menuju performance kece badai. Mereka menangani kerapian dengan menerapkan model potongan rambut klasik hingga kekinian. Istilahnya mereka adalah mahasiswa yang hidup dari kepala-kepala manusia, untuk dapat terus hidup dan melanjutkan kuliahnya.
“Terjun di dunia barber shop lumayan lama, awalnya modal gunting manual dan setelahnya beli mesin cukur kabel seharga Rp. 90.000. Lalu belajar menggunakan mesin mengikuti perkembangan zaman. Korban eksperimen pertama adalah kepala adik saya sendiri, cukur gundul dan hasilnya rapi. Terus saya terjun ke pangkas rambut pada 2017, ujar Andres mengingat masa awalnya.
Andres menyebutkan pertama ia bekerja sebagai barber pro di Brother Famous di Jl DI Panjaitan Kukar. Lalu melanjutkan karier di Kota Samarinda di barbershop TC selama satu tahun lebih, selanjutnya ia balik ke Tenggarong untuk memantapkan tujuan awalnya merantau ke Kaltim yakni untuk kuliah dan mengejar S1-nya.
“Saya harus menyelesaikan studi yang dapat dibilang telat dikit, terlebih saya merupakan anak Fakultas Hukum Unikarta. Kalau sekarang ini sudah semester 11 dan harap doa serta restu semua orang agar saya dapat menyelesaikan niat awal merantau dulu,” ungkapnya sembari tertawa terbahak-bahak saat di wawancara arusmahakam.co
Sementara itu Abdul Salam yang merupakan anak Fisipol Unikarta, mengalami perihal yang cukup pahit. Ia pernah belajar cukur pada seorang barber yang lumayan pro, bahkan sampai membayar hingga jutaan rupiah. Namun ditengah jalan pembelajaran, ia ditinggal dan terus berupaya agar tidak kendor pada pengalaman pahit tersebut.
“Dulu di kampung saya di Muara Muntai, sudah semi prolah hitungannya. Pernah belajar dan bekerja di salah-satu salon cukur disana. Namun seiring waktu karena tempat tersebut tutup, lantas saya bekerja di bengkel, lalu melanjutkan kuliah di Tenggarong,” paparnya.
Di Tenggarong ia mendapatkan pengalaman belajar yang cukup pahit tersebut, namun berkat dukungan kawan-kawan barber lainnya. Maka dirinya berusaha bangkit untuk belajar, sehingga mencapai apa yang didapatnya saat ini.
“Setidaknya saya tidak lagi meminta uang jajan dan kuliah pada orang tua. Saat ini sudah memiliki beberapa alat sendiri, termasuk mesin cukur tanpa kabel. Alhamdulillah, proses tidak menghianati hasil. Sekarang tinggal mengatur waktu antara bekerja, kuliah, serta bertindak sebagai aktivis, jelas pemuda asli Kutai ini.
Bagaimanapun keduanya tidak kenal lelah untuk terus mewujudkan cita-cita menyelesaikan S1 di Unikarta, walau berat namun mereka tetap merasa hebat. Setidaknya di dunia kerja nyata ini mereka mampu menangkap dunia sebagaimana harapan orang lain. Duo Barber Blue Hill ini berharap kepada mahasiswa/mahasiswi yang bernasib sama, agar tidak mengeluh dan terus berjuang mewujudkan cita-cita besarnya.
“Hasilnya bahkan membuat saya bisa hidup mandiri, baik memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun membayar uang kuliah. Bahkan bisa mengirim uang untuk orang tua di Ambon sana. Moga kedepan kami berdua bisa memiliki barbershop sendiri,” harap Andres Laiyan menutup wawancara. (Jun)