Opini

Fatherhood, Perserikatan Bapack-Bapack

Oleh: Temposo Tebor*

Tidak ada yang lebih keren di dunia ini selain menjadi bapak-bapak atau enak disebutnya bapack bapack. Ngasih makan ikan, ayam atau kucing saja terasa menyenangkan. Apalagi mengasih makan anak manusia, dan itu anak sendiri.

Sepertinya menjadi bapack-bapack, adalah super saiya-nya lelaki. Bisa kentut sembarangan, bisa buncit dan pakai kaos ketat, bisa pakai sendal ke undangan. Bisa merokok sembarangan walau ada tulisan dilarang merokok, bisa nongkrong sambil ngopi membicarakan kepentingan bangsa dan negara, atau curhat tentang nilai tensi darah dan kolesterol yang baru habis di cek.

Sahabat terdekat bapack-bapack umur 20-an adalah gadget, game, kopi dan seterusnya. Sahabat dekat bapack-bapack umur 30-an adalah sakit pinggang, tekanan darah tinggi dan kolesterol. Sedang untuk bapack-bapack umur 40-an adalah sajadah dan tasbih.

Menjadi seorang suami bukan suatu hal yang membanggakan, tapi menjadi seorang bapack bapack adalah tingkatan ultimate bagi kaum lelaki. Apalagi kalo sudah mereka berserikat dan berkumpul. Ibu-ibu mungkin bisa curhat masalah rumah tangga bersama ibu-ibu lain, sedangkan bapack-bapack tidak bisa.

Mungkin saja hal tersebut yang mengakibatkan tensi bapack bapack selalu tidak normal. Karena hal tersebut bapack- bapack mulai pelihara binatang, menanam bunga dan sebagai macam hobi lainnya. Ada yang ngajak ngomong burung, ngajak ngomong bonsai, ngajak ngomong vespa tuanya, hal ini tidak lain adalah bentuk curahan hati para bapack-bapack. Dan disaat itu pula biasanya para istrinya ngambek sehingga tekanan darah bapack- bapack kembali meninggi.

Lain lagi soal anak-anak yang mulai bandel. Anak itu lucunya hanya sampai umur 5 tahun, setelah itu sudah tidak lucu lagi. Sudah mulai aneh aneh dan susah di kontrol. Anak mulai hilang lucunya kalo sudah mulai bisa minta uang atau barang. Nggak dibelikan bisa gulung gulung. Ini yang saya sering liat di swalayan bulan maret di bagian kasir. Biasalah mau jajanan yang ada joy-nya itu.

Baca juga:  Menghidupkan Kembali PERTANU

Semalam, saya dan beberapa teman yang mempunyai jabatan penting di kota ini bertemu pandang. Awalnya tentu saja membicarakan urgensi kepentingan anak bangsa. Lalu ke masalah penyakit yang di derita dan pada akhirnya menceritakan anak masing-masing.

Saya pun menceritakan sebagaimana inginnya puteri saya yang pertama menjadi seorang penyanyi, namun suaranya tidak seperti layaknya seorang penyanyi. Walaupun begitu akan saya wujudkan cita-citanya. Toh banyak penyanyi di negeri ini yang suaranya juga nggak bagus.

Teman saya yang satu menceritakan bagaimana anaknya membuang HP-nya karena kesal kalah dalam main game. Ya… cita-citanya mau jadi gamer.

Bapack-bapack paling tau menghadapi situasi macam ini, sedangkan ibu-ibu biasanya lebih selow. Pengalaman bapack- bapack bisa menuntun anak anaknya menjadi apa yang mereka inginkan. Karena memang biasanya anak anak ingin seperti bapacknya.

Saya pun mulai menjaga kesehatan dan berolahraga, biar nanti kalo diajak duel sama anak saya masih bisa ngelawan. Kalo saya kalah kan nanti dia durhaka, kalo saya menang kan itu wajar. Seperti kata seorang komedian, “Banyak anak itu banyak rejeki, yang harus dicari lagi”.

NB: Penulis merupakan vokalis yang bercita-cita jadi masinis, namun dihajar kenyataan jadi Bankir yang optimis di West Kutai.

 

 

Related Articles

Back to top button