Mari kita mulai dengan bersyukur kepada Tuhan pencipta langit dan bumi atas karunia 76 tahun kemerdekaan Indonesia. Sudah banyak hal yang kita nikmati setelah bangsa ini merdeka. Dari hal sederhana seperti jenis baju, makanan, hingga sistem ekonomi dan politik sudah mampu ditata dan dikelola atas insiatif rakyat tanpa takut dengan penjajah.
Keabadian sebuah bangsa menjadi mimpi dari setiap warganya. Dalam fakta sejarah, banyak bangsa yang hanya tinggal nama alias hilang ditelan sejarah. Abad 20 ditandai dengan lahirnya berbagai negara-bangsa di berbagai belahan bumi. Saat ini lebih dari 200 negara tercatat di PBB. Sebuah ledakan jumlah negara, yang pada abad 19 baru berjumlah tak lebih dari 50 negara yang ada di dunia.
Pasca perang Dunia I dan Perang Dunia II melahirkan kemerdekaan di daerah jajahan terutama di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Fase baru peradaban yang berbasis nation-state telah membawa semangat anti imperialisme dan kolonialisme. Dalam konteks Indonesia meyakini bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di seluruh dunia harus dihapuskan.
Ambruknya Uni Soviet, krisis di Timur Tengah dan perang antar proxy (blok), masih terus menggejala di dunia. Perkembangan teknologi menjadi pemicu mengglobalnya kehidupan manusia. Ada problem-problem global yang tak bisa diselesaikan hanya di tingkat negara seperti kerusakan alam, kelaparan dunia, perlombaan senjata nuklir, hingga monopoli data (artificial intelligence) oleh perusahan global yang akan membahayakan eksistensi nation-state.
Lalu bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depan?
Percaya diri bisa menjadi kunci dan modal awal untuk berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Sikap inlander yang dibentuk oleh penjajah selama lebih dari 350 tahun harus dibuang jauh-jauh. Membangun sikap percaya diri di setiap warga menjadi tugas negara, dalam hal ini termaktub dalam kewajiban negara untuk mencerdaskan anak bangsa. Tanpa sikap percaya diri, maka matilah segenap kreatifitas dan hanya akan menjadi kuli bagi bangsa lainnya. Jepang bisa jadi contoh, bagaimana setelah di bom tahun 1945, hanya dalam waktu 30 tahun sudah melahirkan generasi baru yang produktif, kreatif dan pekerja keras.
Gotong royong atau kolaborasi antar warga, kelompok, grup, institusi, suku, agama dan semua elemen bangsa harus dikembangkan secara tersistem. Negara harus mampu mendesain interaksi yang baik antar warga, kelompok dan berbagai kekuatan yang ada. Keberagaman harus dijadikan anugerah terbesar dan modal untuk membangun produk kreatifitas peradaban yang manusiawi. Jangan sampe politik pecah belah seperti zaman penjajahan terjadi lagi.
Penguasaan teknologi yang ramah lingkungan dan pro rakyat menjadi faktor lain yang menjadi kunci keabadian sebuah bangsa. Pengetahuan akan kemampuan mengolah sumber daya alam yang melimpah di Indonesia menjadi syarat mutlak untuk melawan penjajahan modern. Memproduksi ilmuwan dan teknokrat yang memiliki jiwa kebangsaan yang kuat tidaklah mudah, tetapi harus diupayakan secara bertahap. Jangan sampai Indonesia diisi ilmuwan yang hanya loyal pada gaji mahal yang ditawarkan perusahaan global semata. Ilmuwan yang nasionalis bisa dibentuk melalui desain kolaborasi antar ilmuwan yang intens dan produktif.
Percaya diri, gotong royong dan penguasaan teknologi bagi saya menjadi tiga faktor penting untuk menatap masa depan Indonesia. Akan tetapi tiga faktor ini belumlah lengkap, karena hanya fokus membangun keabadian di bumi. Lalu bagaimana agar juga abadi di langit?
faktor spiritual menjadi syarat mutlak untuk lahirnya peradaban yang memiliki nilai-nilai universal. Ketersambungan manusia dan Tuhannya menjadikan semua faktor teknis dan non teknis bisa terkendali. Bangsa yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan selalu tangguh dan bertahan menghadapi segala tantangan zaman.
Akhirnya sampailah kita pada sebuah kesimpulan, sudahkah 76 tahun merdeka ini kita berhasil membangun kepercayaan diri, gotong royong, penguasaan teknologi dan spiritualitas yang berperadaban?
Mari kita rayakan 76 tahun Indonesia merdeka dengan merenung sejenak! Semoga kesehatan jiwa dan raga senantiasa melingkupi bangsa ini, Amiin.
Semarang, 17 Agustus 2021