Opini

Kementerian Agama dan NU

Oleh: Muhammad Fadllil Kirom*

Saya mencoba membuka kembali buku-buku yang membahas bagaimana perdebatan dalam sidang BPUK mengenai dasar negara. Sungguh luar biasa pidato kebangsaan para pendiri bangsa yang mungkin tidak akan kita temui lagi hari ini.

Sebelum memasuki perdebatan di sidang BPUPK, sebaiknya kita melihat latar belakang dunia pergerakan di awal abad 20, setidaknya secara sederhana kita membaginya menjadi dua kelompok besar; pertama kelompok nasionalis diwakili Bung Karno dkk, yang kedua kelompok islamis yang diwakili Ki Bagus Hadikusumo dkk. Tentunya pemilahan ini tidak bermaksud untuk memecah, karena di lapangan, antar kaum pergerakan sudah saling mengenal, saling kerjasama dan saling menguatkan.

Saya coba mengutip pidato Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945 ; “oleh karena itu, Tuan-Tuan, saya sebagai seorang bangsa Indonesia Tulen, bapak dan ibu saya bangsa Indonesia, nenek moyang sayapun bangsa Indonesia yang juga asli dan murni belum ada campurannya, dan sebagai orang muslim, yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan Merdeka, maka supaya negara Indonesia merdeka itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan berdirinya negara Indonesia ini berdasarkan agama Islam”.

Berikutnya saya kutip pidato Bung Karno, 1Juni 1945; ” Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak Tuan pun adalah orang Indonesia, nenek tuan pun bangsa Indonesia, datuk-datuk Tuan, nenek moyang Tuan pun bangsa Indonesia. Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah , kita dasarkan negara Indonesia.

Dua kutipan Diatas menujukkan betapa ada dua pandangan yang berbeda antara kelompok nasionalis dan islamis dalam menyepakati dasar negara. Alhamdulillah, akhirnya 18 Agustus 1945 disepakati Pancasila sebagai dasar negara dimana 7 kata pada sila pertama yang berbunyi Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baca juga:  Menyumpahi Para Pemuda

Disini peran Kyai Wahid Hasyim sebagai perwakilan NU di anggota PPKI sangat besar, beliau mampu memerankan jalan kompromi antara dua kutub yang berseteru. Pada hari berikutnya, 19 Agustus 1945, Sidang PPKI pun memutuskan untuk membantuk 13 Kementerian, salah satunya adalah Kementerian Agama. Tentu ini sebagai konsekuensi atas dihapusnya 7 kata dalam sila pertama. Dalam hal ini kementerian agama lahir atas peran KH Wahid Hasyim yang nota bene mewakili NU dan beliau adalah putra Pendiri NU, Khadrotisy Syekh KH Hasyim Asy’ari.

Jika melihat fakta sejarah, tidak salah bahwa Peran NU sangat besar dalam melahirkan kementerian agama. Tentu saja tulisan ini tidak bermaksud untuk meniadakan peran organisasi muslim lainnya, tetapi lebih untuk mengingatkan kita semua, bahwa fakta sejarah harus kita pegang. Kebenaran harus disampaikan walaupun itu pahit.

Seiring perkembangan zaman, ada fihak-fihak yang ingin menghapus peran NU dalam sejarah kelahiran kementerian Agama. Entah ada motif apa dibalik itu, tetapi tak perlu kiranya kita melakukan cara kekerasan untuk menghadapi mereka. Budaya Tabayyun menjadi tradisi yang sudah diwariskan para pendiri NU. Semoga sedikit tulisan saya, yang bukan ahli,- bisa sedikit memancing para kader NU untuk terus menulis tentang kebenaran sejarah. Amiin.

Oh iya, jika beberapa hari lalu Gus Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa Kemenag itu hadiah bagi NU, mohon fahami dalam konteks Diatas. Hadiah itu berupa ide dan gagasan yang tentunya hasil ijtihad dan istikharoh para muassis NU untuk mencapai baldatun Thoyyibatun warabbun ghofuur, -negeri damai, gemah Ripah loh jinawi-. Dengan adanya kementerian agama, bangsa Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula negara agama, akan tetapi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan keberagaman (Darus salam bukan darul Islam).

Baca juga:  Pandemi Berakhir? Kukar Menyambut Bangkitnya Sektor Pariwisata

Sebagai hadiah atas gagasan yang menyatukan semua golongan yang ada, NU pun menghadiahkan lahirnya kemenag untuk semua agama dan kepercayaan, mengingat NU mengemban amanah rahmatan Lil ‘alamin. Secara hakikat, adanya kemenag merupakan anugerah dari Allah SWT untuk bangsa yang lebih dari 3 abad terjajah dan tercerai berai. Akhirnya dua kutub itupun bersatu. Sungguh sebuah teladan untuk generasi sekarang dan yang akan datang.

Tentunya, kita semua tidak bisa membayangkan, jika tidak terjadi titik temu antara kelompok nasionalis dan islamis yang ditengahi oleh NU, mungkin nasib bangsa ini akan terus menerus dalam perang saudara yang tak berkesudahan sebagaimana yang terjadi di timur tengah hari ini.

Akhirnya, jika setiap kata dimaknai dengan hati yang penuh kebencian maka setiap kata akan jadi bencana, namun jika setiap kata dimaknai dengan hati yang penuh cinta, maka semua kata akan menjadi harum bak bunga mawar pagi hari. Yuk, saling menjaga demi tetap tegaknya NKRI.

Walahumul Fatikhah untuk Muassis NU…..Amiin

Penulis merupakan aktivis NU Jawa Tengah

Related Articles

Back to top button