arusmahakam.co, Samarinda – Korban dari tindakan kekerasan seksual dapat mengajukan restitusi atau ganti rugi dari tindakan kekerasan yang dialami. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kaltim, Kholid Budhaeri menjelaskan ketentuan restitusi tertuang dalam Pasal 30 UU TPKS. Rinciannya, restitusi tersebut berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang timbul akibat penderitaan korban, pengganti biaya perawatan medis korban dan ganti kerugian lain yang diderita korban kekerasan seksual.
“Memang dalam UU TPKS tidak hanya mengatur soal tindak pidana saja. Untuk restitusi kekerasan seksual juga telah diatur dalam UU TPKS. Restitusi nantinya diputuskan melalui pengadilan. Selain restitusi, korban juga berhak mendapatkan layanan pemulihan,” jelasnya.
Pengaturan mengenai restitusi dalam UU TPKS itu tetap mengedepankan tanggung jawab pelaku, mulai dari menuntut pembayaran oleh pelaku, pembebanan pihak ketiga, sita harta kekayaan pelaku, hingga hukuman tambahan jika pelaku tidak mampu membayar atau tidak adanya pihak ketiga. Restitusi itu menjadi pidana pokok terpisah dari pidana pokok terkait hukuman kurungan badan bagi pelaku kekerasan seksual.
“Jadi putusan pidananya ada, putusan resttusinya atau ganti rugi juga ada, jika restitusinya sudah diputuskan oleh pengadilan,” ucap Kholid.
Kholid menambahkan jika dalam UU TPKS yang disahkan sejak 12 April lalu itu sejatinya telah mengatur segala tindakan hingga dampak dan kerugian akibat kekerasan seksual. Untuk itu, dirinya meminta masyarakat untuk tidak sungkan melapor jika terjadi tindak kekerasan seksual.
“Kalau dalam kasus seksual sudah diatur semua, mulai dari hukuman bagi pelaku, tugas UPTD PPA, sampai soal restitusi. Jadi bagi korban ini merupakan angin segar, jangan takut untuk melapor karena ancaman berat bagi pelaku sudah jelas dan tertera dalam peraturan,” tukasnya. (adv/dys/DKP3A)