Kabar percintaan mereka menyebar ke seluruh kampung. Ayah Layla mendengar kabar itu. ألعاب الكوتشينة Ia berang, tak suka. Qais menurutnya tak pantas untuk Layla. Tetapi ibu Layla tak marah. Ia sangat mengerti perasaan anak putrinya yang terus gelisah, gundah gulana, acap mengigau Qais, tatkala tidur, dan tubuhnya berambah kurus. Tanpa diketahui suaminya, Layla dibiarkan saja mengunjungi rumah Qais, malam-malam. Dan mereka berdua kemudian saling menumpahkan rindu, dan menangis sampai fajar merekah cerah.
Sebelum perpisahan yang menitipkan duka, mereka berjanji saling berkirim surat dan bertemu jika memungkinkan di suatu tempat.
Tetapi ayah Layla mendengar kabar pertemuan itu, dan marah bukan kepalang. Layla dilarang keluar rumah sejak saat itu dan untuk selamanya. Dan Layla luka dan bingung :
“Duhai cintaku! Betapa aku merindukan kebersamaan denganmu”. كينو
Tetapi, O. Aku tak punya daya. Takdir telah memutuskan kita harus terpisah. Kasihku, akankah kita akan terpisah selamanya. O, kekasih jiwaku. Salahkah aku? Hatiku menangis sepanjang hari sepanjang malam manakala aku memikirkannya.”
Qais tak bisa bertemu Layla. Pikirannya menjadi kacau. Bibirnya selalu menyebut nama Layla. Ia acap melamun sendiri di taman di belakang rumahnya. Ayah Qais mengerti keadaan anaknya. Ia kemudian mengajak Qais pergi ke Makkah untuk mengobati hatinya. Ia bilang akan mengunjungi kakek moyangnya. Tetapi Qais dibawa ke Masjid al-Haram. Tiba di latarnya sambil menunjuk ke Ka’bah, “Bait Allah” (Rumah Tuhan) ia berpesan kepada anaknya :
انظر علك تجد دواء لما بك. فتعلق باستار الكعبة واطلب لنفسك الخلاص. فبكى المجنون ثو ضحك. ثم تعلق بحلقة الكعبة وقال : بعت روحى فى حلقة العشق. والعشق قُوتى وبدون هذا القوت فواتى . فلا جرى القدر لى بغير العشق. فيا رب رونى بمائه , وأدم لعينى حلية الاكتحال به. ويا رب زدنى من عشقها وإن قصرت عمرى بالعشق فزده فى عمرها. اللهم زدنى لليلى حبا. ولا تنسنى ذكرها أبدا. لعبة تربح فلوس
“Lihatlah, semoga engkau menemukan obat bagi sakitmu. Peganglah kiswah (kain penutup) Ka’bah dan berdoalah agar Allah menghilangkan rasa cintamu itu”.
Layla Majnun, Cinta Platonis
Kisah cinta romantis (al-Hubb al-Udzry): Layla-Qais (majnun), di atas kemudian menginspirasi para sufi falsafi. Layla dijadikan simbol Sang Kekasih, dan Majnun simbol para pencari (al-Salik), para pencinta (al-Muhibb). Perjalanan menuju penyatuan antara Salik dan Kekasih, simbol Keindahan Tuhan, dilalui seperti perjalanan cinta Qais dan Layla. Inilah yang kemudian disebut sebagai “Cinta Platonis”.
Para sufi besar, seperti Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, Ibn Arabi, Jalal al-Din Rumi, Samnun al-Muhibb, Zhunnun al-Mashri, Al-Sirri al-Saqathi dan lain-lain menempuh dan mengarungi jalan itu.
Wallahu A’lam.
Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun