Malaikat Izrail Sedang Panen

Oleh; Abu Rakso*

Tiba-tiba saya teringat buku Agus Musthofa yang berjudul “Melawan Kematian”. Didalamnya ada banyak peristiwa mengenai kehidupan manusia, berbagai cara menghindari kematian, ada pula yang berhasil melewatinya, tetapi ada juga yang gagal menghadapinya.

Semisal, tentang penyakit Ir. Soekarno alias Bung Karno, presiden pertama Indonesia pada saat sedang sakit parah. Para ajudan dan tangan kanannya berupaya untuk menyelamatkan nyawa bapak presiden tersebut. Akhirnya, atas upaya yang dilakukan oleh tim medis kelas kakap, barangkali. Belum berhasil menyelamatkan nyawa seorang pimpinan tertinggi bangsa Indonesia. Maka di sini terbukti, manusia gagal melewati kehidupannya.

Contoh berikutnya, seperti saya sendiri yang berjuang melawan sakit selama dua tahun terakhir. Berbaring berteman bantal, guling dan tikar lapuk. Dalam hal ini, ada banyak asumsi bahwa kematian hampir mendekati, lantaran hanya menelan setetes air putih. Mendebarkan rasanya kisanak!

Contoh pertama, Izrail berhasil mengambil nafas sang pemimpin besar bangsa Indonesia. Pada contoh kedua Izrail tidak berhasil menarik nafas saya. Semua itu adalah kehendak Dzat Maha Menghidupkan dan Dzat Maha Mematikan, bahwa Izrail tetap patuh dan menunggu intruksi Tuhan (Allah). Seperti firman-Nya, “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). ,k ;hv] Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun” – (QS. Al-A’raf, 7:34).

Kematian saat ini sedang merajalela, dari orang paling teratas hingga orang paling bawah; muda, tua, anak-anak, kaya, miskin, jelek dan tampan pun juga merasakan yang namanya kematian. من الفائز بكاس العرب 2023 Sehingga populasi manusia mulai berkurang, dan sepertinya malaikat Izrail sedang panen.

Ditengah pandemi yang banyak sekali nyawa terhembus mesra dan tanpa kembali dan menjumpai sang Ilahi. Kita baru sadar bahwa sehat adalah raja dan kematian itu nyata. Lantas manusia disibukkan untuk mengadakan dan patuh atas ijazah-ijazah serta amalan para ulama. Padahal sebelumnya kita jarang memperdulikan apalagi mengamalkannya.

Namun pada saat paceklik kematian dan penyakit menghunus kesehatan, baru kesadaran itu bangkit dan berjuang. Meski demikian adanya, perihal ini patut untuk disyukuri. Bahwa kita sedang berhaluan pada kebenaran. Disini dapat dipahami, bahwa kita atau saya pribadi, selama ini disibukkan oleh gemerlap dunia dan rela meniadakan kewajiban-kewajiban ukhrowi.

Tentu, hal ini bisa dibilang kita sedang melucu dan baper ketika Allah menurunkan bala tentaranya yang bernama corona. Apakah keimanan harus hadir dan matang, melalui teguran Tuhan?

Dari kejadian tersebut, dapat ditelisik sejauh mana kita bersabar dan beriman. Karena sabar adalah ujian pertama untuk manusia, sedangkan iman adalah bagaimana layaknya manusia menghambakan diri pada penciptanya. Pada ayat lain Allah menjelaskan, Wa anna ilaa rabbikal muntahaa”. Yang artinya, “Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu)”, (QS. An-Najm, 42).

Maka ayat ini menegaskan bahwa Puncak tujuan kita hanyalah kepada Allah. العاب سباق حصان جديدة Jika hidup adalah untuk mati, seharusnya yang diperjuangkan mati-matian bukan popularitas diri, akan tetapi bagaimana cara pada saat kematian menjumpai kembali dengan jiwa lapang dan ruh yang tenang. Sebab, Kaya atau pun miskin pakaian terakhir sama-sama dibungkus dengan kain kafan, berbaring dalam jurang dengan ukuran sempit tanpa teman, tanpa saudara dan tanpa keluarga. Kecuali amal baik yang beraneka ragamnya, lantas diiringi keikhlasan karena bermacam-macamnya kondisi spritual yang menemani dalam kubur.

NB; Penulis merupakan Ketua Ranting Ansor Bancamara, Kecamatan Dungkek, Sumenep, Jawa Timur. Sehari-hari bekerja sebagai guru di sekolah swasta, dan selalu berupaya riang gembira.