AswajaOpini

Menghidupkan Kembali PERTANU

Oleh: Muhammad Fadllil Kirom*

PERTANU merupakan singkatan dari Persatuan Tani Nahdlatul Ulama. Salah satu badan otonom NU Tempo Doeloe. Banom ini bertugas mengorganisir para petani NU yang tersebar di penjuru Nusantara. لعبه طاوله

Banom NU ini didirikan pada tanggal 14 Februari 1946/12 Rabiul Awal 1365 H. KH Fatah Yasin menjadi Ketum Pertanu dari tahun 1946 – 1973.

Dalam kongres yang pertama, 28 Desember 1961/20 Rojab 1381 di balai wartawan Gedung KRIS Semarang, KH Mujib Ridwan (Putra KH Ridwan Abdullah, pencipta lambang NU) menciptakan bola dunia yang ada lambang Pertanu berputar.

Nasib Pertanu terdengar pilu sejak pemerintah mewajibkan seluruh organisasi petani melebur dalam payung HKTI tahun 1973. Sampai akhirnya PBNU membentuk LP3NU di muktamar Krapyak (1989). Dan ketika muktamar Cipasung tahun 1994, LP3NU berganti nama menjadi LP2NU sampe sekarang.

Kiai Hasyim Asy’ari menulis dalam sebuah media di era penjajahan Jepang seperti dikutip laman Pesantren Tebuireng: “Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan. قرعة اليورو 2022 ” (KH Hasjim Asj’ari, Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363/15 Januari 1944)

Pasca reformasi, dengan terbukanya kran demokrasi, memang banyak organisasi petani bermunculan, ada yang berangkat dari para aktifis petani seperti SPI, API, AB2TI, dll. Ada organisasi petani yang berafiliasi ke partai politik. Masing-masing partai memiliki sayap organisasi petani untuk mendapatkan dukungan suara terutama di saat pemilu.

Baca juga:  Tote Bag, Antara Menjadi Solusi atau Masalah Baru Bagi Lingkungan

Realitas yang dihadapi petani hingga saat ini masih belum banyak berubah. باي سيف كارد Sempitnya lahan, mahalnya biaya produksi, ketidakpastian harga dan minimnya akses pasar hingga permodalan menyebabkan minimnya pendapatan petani kecil.

Belum kuatnya organisasi petani semakin melemahkan petani saat berhadapan dengan kartel pasar yang dikuasi pemain besar tingkat global maupun nasional.

Lebih dari 50 persen petani di Indonesia merupakan warga NU atau memiliki kedekatan dengan NU. Tentunya ini merupakan potensi besar untuk melakukan berbagai upaya perubahan nasib petani di Indonesia.

Lemahnya daya tawar petani Indonesia bisa dirubah melalui organisasi petani yang kuat. Dalam hal ini PERTANU bisa kembali dihidupkan sebagai wadah perjuangan petani NU memperbaiki nasibnya.

Mengingat pasal 3 Statuten Perkumpulan NU (1933) yang menyebutkan : “mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermazhab, memeriksa kitab-kitab apakah itu kitab Ahlus sunnah wal jamaah atau kitab ahli bidah, menyiarkan agama Islam dengan cara apa yang halal; berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid, surau dan pondok pesantren, begitu juga dengan hal ichwalnya anak yatim dan orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, yang tidak dilarang oleh Syara’ agama Islam”. Dalam hal ini urusan pertanian menjadi salah satu fokus program NU sejak awal berdirinya NU.

Tentunya Muktamar NU di Lampung bisa dijadikan momen untuk kembali mempertimbangkan dihidupkannya kembali PERTANU. Tantangan Abad 21 diantaranya krisis pangan akibat perubahan iklim dan meningkatnya jumlah penduduk bumi. Dalam hal ini, NU bisa berperan menjawab permasalahan global di bidang pangan melalui PERTANU. Semoga, Amiin

Penulis merupakan aktivis NU Jawa Tengah

Related Articles

Back to top button