Ngobrol Bareng Ninin Nurjanah

Arusmahakam.co, Kukar – Menulis adalah perihal gampang, tinggal menggunakan pena lantas mengguratkan garis pada secarik kertas lantas muncul kata-kata. Atau kemudian tinggal mengoperasikan handphone pintar dan menyentuhkan jari anda pada layar sentuh, lalu hadir kata-kata.

Menulis sesederhana itu bukan? Karena hampir tiap hari kita melakukan aktivitas menulis dengan begitu cermatnya, baik sadar maupun tidak sadar. Mulai urusan administrasi pribadi hingga urusan chat pribadi dengan orang tercinta.

Menulis bahkan juga menyembuhkan. Sebagaimana judul buku yang terpampang di bagian atas artikel ini, “Menulis untuk Sembuh”. Sebuah kumpulan tulisan kecil dari puluhan orang penulis perempuan yang tergabung dalam Ruang Menulis Batch 5. Buku yang diterbitkan oleh penerbit PROkreatif di Medan, Sumatera Utara.

Menariknya dari puluhan penulis tersebut, ada nama Ninin Nurjanah yang merupakan Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan dua orang anak dari Tenggarong. Ia menjelaskan bagaimana keterlibatannya dalam penulisan buku tersebut, yang berasal dari kegiatan webinar. Ninin dan para peserta lain lantas diberikan tawaran oleh pihak penyelenggara, apakah mereka mau menulis setelah kegiatan seminar usai.

“Beberapa orang kemudian mengirim naskah, dari situlah kemudian tulisan disatukan dalam satu buku tebal. Diluar buku tersebut ada pula buku lainnya yang saya turut menulis bersama teman-teman lain. Jadi ada peserta yang melemparkan tema tulisan, mau ikut nulis nggak, deadlinenya tanggal sekian, naskahnya begini. Kalau sesuai dengan ketentuan, maka akan dibuatkan buku dan diterbitkan,” terangnya penuh antusias saat ditemui arusmahakam.co

Motivasi menulis Ninin sendiri karena tidak sengaja, ia merasa kecemplung alias tercebur dalam arus menulis yang begitu dahsyat. Seringkali mengikuti webinar atau pelatihan, ia menemukan materi pelatihan yang pas.

“Setelah mengikuti materi, ternyata menarik juga. Bahkan dengan kita menulis, maka kita sejatinya meninggalkan jejak karya. Nama kita akan terkenal, mikirnya ketika anak saya dewasa lalu membaca karya saya. Tentu ada perasaan seru dalam pikirannya, wah ternyata ibunya seorang penulis,” ungkap wanita lulusan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini.

Ia mengaku masih menanti pengumuman, apakah karya tulis lainnya yang telah dikirimnya beberapa waktu lalu, lolos atau tidak. Namun kabar yang telah sampai ke telinganya jika buku tersebut masih dalam proses pembuatan cover, jika jadi buku baru dikabari panitia.

Kembali pada isi dari buku Menulis untuk Sembuh, buku itu mengekspresikan berbagai rasa hati dari para penulis perempuan. Terutama dalam menyalurkan emosi dengan cara lebih baik. Didalamnya masih banyak cerita-cerita dari teman-teman penulis lainnya. Yang disertai tanggapan seorang psikolog terhadap buku tersebut.

Ninin mengaku sejak kecil mempunyai cita-cita jadi penulis, tetapi tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa menjadi seorang penulis. Ketika SMA pernah mengikuti kejuaraan menulis puisi tingkat SMA di SMAN 2 Tenggarong pada 2009 lalu, dan memperoleh juara. Saat itu semua berlalu begitu saja, tanpa pernah tersalurkan dengan baik usai juara menulis puisi.

Ketika kuliah, hobi menulis tersebut tidak tersalurkan juga. Pernah memang ia  mengirim cerpen pada sebuah koran terbesar di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Namun usaha Ninin sia-sia belaka, alias tidak tembus dalam meja redaksi sastra.

“Kenapa kok waktu sekarang ini malah tembus. Jadinya saya bersemangat, akhirnya beberapa hari kemudian ada lagi event menulis bareng yang saya ikuti. Padahal waktunya sudah mepet sekali, tinggal beberapa jam saja. Kalau tidak salah, menjelang 3 jam batas waktu pengiriman tulisan ditutup. Saya kirim saja, dan ternyata lolos lagi. Jadi dalam waktu dekat ini, sudah ada saya membuat dua antologi tulisan bersama dengan teman-teman penulis lainnya,” ungkapnya penuh kebahagiaan sembari memeluk anaknya.

Diluar itu Ninin Nurjanah mengaku dalam setiap menulis tentu ada hambatannya, apalagi seperti dirinya yang telah bersuami dan memiliki dua orang anak. Ia harus pintar-pintar mengatur waktu antara menulis dan kewajibannya mengurus keluarga.

“Jelas ada hambatan. Mengingat saya tidak memiliki laptop sendiri. Ada laptop namun dibawa suami untuk bekerja. Kalaupun saya pakai laptop pasti digangguin anak saya. Jadi selama ini saya menulis lewat handphone, tentu sambil mengasuh anak,” terangnya sambil tertawa manis. (Kuh/Jun)