OJK Ikhtiar Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan terus meningkat dan berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

Arusmahakam.co, Jakarta – Dinamika ekonomi global dan perkembangan geopolitik yang dilanda ketidakpastian terus menjadi perhatian pengampu otoritas keuangan di Indonesia, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Beberapa indikator yang menjadi penyebab ketidakpastian itu adalah perekonomian global masih menghadapi tingkat inflasi yang persisten tinggi karena tekanan global supply chain akibat konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok.

Tidak itu saja, inflasi global terus mengalami kenaikan telah mendorong bank sentral utama dunia untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga pasar keuangan global kembali bergejolak. Menurut Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo, di tengah ketidakpastian global,  sejumlah indikator perekonomian dan kinerja sektor jasa keuangan dalam kerangka stabilitas sistem keuangan hingga Mei 2022 masih terjaga dengan baik.

“Hingga Mei 2022, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan terus meningkat dan berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah meningkatnya vulnerability ekonomi global,” ujarnya Kamis (30/6/2022).

Moncernya kinerja intermediasi lembaga keuangan itu juga diperkuat dari hasil laporan Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Rabu (29/6/2022), yang menyebutkan fungsi intermediasi perbankan pada Mei 2022 tercatat naik, dengan kredit tumbuh 9,03 persen yoy didorong peningkatan pada kredit UMKM dan ritel.

Bila dibedah lebih lanjut, Anto Prabowo menambahkan, mayoritas sektor utama kredit dengan kenaikan terbesar terjadi pada sektor manufaktur sebesar 12,4 persen mtm dan sektor perdagangan 12,1 persen mtm.

OJK juga melaporkan, dari sektor industri keuangan nonbank (IKNB) penghimpunan premi sektor asuransi naik, masing-masing dari asuransi jiwa bertambah Rp13,1 triliun, serta asuransi umum bertambah Rp9,4 triliun.

Demikian pula dengan jasa keuangan fintech peer to peer (P2P) lending pada Mei 2022. Industri P2P lending mencatatkan pertumbuhan outstanding pembiayaan tumbuh 84,7 persen yoy, naik Rp1,49 triliun, dengan pembiayaan hingga Mei 2022 menjadi Rp40 triliunSementara itu, piutang pembiayaan tercatat tumbuh 4,5 persen yoy pada Mei 2022 Rp379 triliun.

Nah, bagaimana dengan sektor perbankan? Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK juga melaporkan profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2022 masih terjaga dengan rasio nonperformance loan (NPL) net perbankan tercatat 0,85 persen dan rasio nonperformance financial (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat 2,8 persen.

Laporan OJK itu juga menyajikan laporan yang cukup menyejukkan, yakni soal nilai restrukturisasi kredit Covid-19 yang semakin mengecil pada Mei 2022 yang tercatat mencapai Rp596,25 triliun dibandingkan April 2022 yang mencapai Rp606,39 triliun.

Demikian pula dengan jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 juga menurun dari 3,26 juta debitur pada April 2022, menjadi 3,13 juta debitur pada Mei 2022.

Sementara itu, Posisi Devisa Neto (PDN) Mei 2022 tercatat 1,47 persen atau berada jauh di bawah threshold 20 persen. Selain itu, likuiditas industri perbankan pada Mei 2022 masih berada pada level yang memadai.

Dari sisi permodalan, lembaga jasa keuangan juga mencatatkan permodalan yang semakin membaik. Industri perbankan mencatatkan peningkatan CAR menjadi 24,74 persen.

Sementara itu, industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan risk based capital (RBC) yang terjaga 489,15 persen dan 322,36 persen, jauh di atas threshold 120 persen. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat 1,97 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Gearing ratio merupakan jumlah pinjaman dibandingkan modal sendiri perusahaan.

Dari paparan di atas, kinerja sejumlah sektor yang di bawah kendali OJK dalam kerangka stabilitas sistem keuangan hingga Mei 2022 masih terjaga dengan baik. Harapannya, ke depan OJK terus memperkuat kerja pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dan senantiasa berkoordinasi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal. (fhi/idn/amc)