Pemimpin Tuna Rungu Yang Adil dan Bijak

Oleh : KH. Husein Muhammad

Suatu hari seorang Darwisy (zahid/ulama) menemui Amir al-Mukminin (pemimpin kaum muslimin, raja) di istananya. Sang Darwisy sengaja diundang untuk dimintai nasehatnya.

Ia kemudian mengatakan ; “Wahai Amir al-Mukminin, aku baru saja pulang dari mengembara di negeri Cina”. Pemimpin negeri itu mengalami sakit pendengaran sehingga tuli, tak bisa mendengar. Suatu hari aku mendengar kabar dia sering menangis di kamarnya, sendirian.

Ketika ditanya mengapa menangis, apakah karena ditimpa nasib tuna rungu?. dia menjawab : “Demi Tuhan, aku tidak pernah menangisi ketulianku. Aku telah menerima keputusan Tuhan atas diriku ini. Tetapi aku menangis karena melihat di depan pintu istanaku ada rakyatku yang hatinya sakit, karena hak-haknya terampas”. Dia tampaknya menjerit meminta tolong, tetapi aku tidak mendengarnya. Meskipun demikian aku bersyukur kepada Tuhan karena mataku masih bisa melihat dengan jelas.

Sang Pemimpin Cina itu lalu memanggil pembantunya dan memintanya untuk mengumumkan kepada khalayak rakyat bahwa “siapa saja di antara rakyatku yang dizalimi agar mengenakan baju merah”.

Beberapa hari kemudian sang Pemimpin kemudian naik di atas punggung gajah dan berkeliling menyusuri jalan-jalan di pelosok-pelosok negeri itu (blusukan). Manakala matanya melihat orang berbaju merah dia memanggilnya dan memintanya menceritakan nasib dirinya.

Sesudah itu dia memerintahkan para menterinya untuk segera memperhatikan pengaduannya dan menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang adil.
Si Darwis mengatakan: ”Lihatlah tuan Amir al-Mukminin, betapa dia yang oleh banyak orang disebut “kafir” (non muslim) itu memberikan kasih sayang dan perhatiannya yang luar biasa kepada hamba-hamba Allah.

Tuan adalah seorang yang beriman kepada-Nya, bahkan juga termasuk keturunan Nabi. Aku ingin melihat bagaimana tuan bisa bertindak terhadap rakyatmu dengan penuh kasih, (seperti dia)”. (Al-Ghazali: al-Tibr al-Masbuk, hlm.24).

Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun