Opini

Peradaban Semut

Oleh : Iven Hartiyasa Prima

“Ada gula ada semut”. Begitu kalimatnya. Entah pepatah dari lokal mana yang kalau mendengar kalimat itu agaknya kita langsung paham maksudnya. Sehingga kelasnya sudah bukan hanya lokal lagi, tapi nasional. Bahkan internasional.

Manusia sering mengidentifikasi perilaku manusia lainnya dengan binatang. Entah sejak kapan. Dan biasanya pada hal yang konotasinya negatif. Maka dari kecenderungan ini saja manusia seolah menegaskan kedudukannya diatas binatang. Resminya memang iya, tidak perlu dibantah, walaupun debatable secara tematik kualitatif.

Seperti pepatah diatas tadi, “ada gula ada semut”, apa makna yang muncul pertama kali? (silakan tafsiri masing2). Ya, bisa positif bisa negatif. Tapi toh kecenderungannya agak negatif, akui saja. Itu juga salah satu keunggulan manusia, mampu mengolah simbol dan memaknainya.

Tapi semut bukan cuma soal gula. Semut juga soal manajemen, gotong royong dan solidaritas. Dan dalam hal ini pula bisa debatable kualitasnya dengan manusia. Atau langsung saja diambil pelajaran darinya. Jadi tidak perlu repot-repot berdebat. Energinya disimpan buat prakteknya saja.

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, terdapat tiga kasta dari koloni semut, pertama kasta semut ratu, lalu kasta semut pejantan, ketiga kasta semut pekerja. Tugas dari masing-masing kasta akan berbeda dari kasta yang lain. Paling tinggi terdapat kasta ratu yang bertanggung jawab sebagai pendiri koloni atau betina yang bertelur. Lalu semut laki-laki yang bertugas untuk bereproduksi.

Kebalikannya dari tradisi-budaya manusia. Pejantan hanya sekali membuahi betina (ratunya) dan dengan sekali pembuahan itu sang ratu tadi bisa berkali-kali bertelur kemudian. Hanya saja setelah proses perkawinan si pejantan akan mati sesudahnya. can i get ivermectin in uk Dan cuma ada satu ratu pada sebuah koloni. betina lainnya tidak bertelur. kecuali calon ratu.

Baca juga:  PENTINGKAH PENINGKATAN BANTUAN KEUANGAN PARPOL?

Untuk diketahui, semut pekerja hidup selama sekitar satu tahun, sedangkan semut jantan sedikit lebih dari satu minggu (meskipun sperma mereka hidup lebih lama). Perbedaan umur panjang yang luar biasa ini murni karena perbedaan ekspresi gen mereka.

Nasib seekor semut betina akan menjadi pekerja atau menjadi ratu pada dasarnya ditentukan berdasarkan diet, bukan genetika. tratament cu ivermectina la om Larva semut betina mana pun bisa menjadi ratu, yakni mereka yang menerima diet kaya protein. Larva lainnya menerima lebih sedikit protein, yang menyebabkan mereka berkembang sebagai pekerja.[1]

Bayangkan, pejantan hanya berumur sekitar seminggu sedang betina bisa bertahun-tahun tapi cuma betina calon ratu yang bisa meregenerasi. Dramatis. Atau unik.

Kesadaran kolektif

Yang menarik lainnya soal semut adalah kepekaan sosialnya dari kasta pekerja. Yang kemudian bisa kita ambil pelajaran darinya. Yaitu bagaimana mereka bekerja sama.

Beberapa spesies semut hidup di dalam sarang, dan yang lainnya keluar sebagai parasit atau pemburu makanan. Tugas mereka berkisar dari merawat ratu dan yang muda, mencari makan, mengawasi konflik di koloni, dan membuang kotoran dari sarang.

Uniknya, ketika ada keperluan pada sikon tertentu, entah itu tugas keamanan, kebutuhan pangan, atau kelangsungan hidup koloni lainnya, semut pekerja otomatis berperan pada discjob tersebut.
Kalau di situ ada bahaya bencana atau konflik di koloni semut maka ia langsung bertugas mengamankan. is it okay to give guinea pigs ivermectin even it doesn’t have mites Kalau di lain waktu dilihatnya soal ketahanan pangan, misalnya distribusi makanan yang terlalu besar, maka ia langsung bertugas di divisi pangan dengan bekerjasama mengangkut makanan itu ke sarang.

Kalau kebutuhannya membuat atau memperbaiki sarang, maka ia langsung bertugas konstruksi pembangunan. Kalau sampah makanan sudah menumpuk di sarang, maka ia menjadi dinas PU, dst, dsb. Menyesuaikan kebutuhan lingkungan disekitarnya secara otomatis. Sukarela, tanpa arahan tanpa paksaan.

Baca juga:  Maraknya Narkoba di Kutai Kartanegara Ancaman bagi Generasi Muda

Sejalan dengan teori Collective consciousness Emile durkheim, sosiolog perancis, “setiap individu bisa melihat bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat luas yang memungkinkan masyarakat bekerja sama dalam banyak hal dan karenanya menjadi fondasi berfungsinya sebuah negara”. Namun dalam hal ini adalah sebuah koloni semut.

Selain antena sebagai sensor mereka, semut ternyata juga meninggalkan aroma khas yang terbuat dari feromon di sepanjang jalan untuk meninggalkan jejak, biasanya sebagai tanda menuju makanan.

Setelah menemukan makanan, semut-semut akan kembali ke sarang dan memberitahu teman yang lainnya. Kemudian semut lain akan mengikuti jejak feromon yang sudah dibuat tadi untuk menuju sumber makanan.

Feromon ini adalah zat kimia yang dikeluarkan semut untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Hal ini seperti meninggalkan jejak untuk bisa kembali ke sarang. Tetapi apakah kekurangan perangkat yang dikaruniakan pada manusia dibandingkan dengan semut. (?)

Dan terjadilah sebuah solidaritas dan gotong royong pada koloni semut. Mungkinkah dari itu pula kita lihat setiap kali semut bertemu seolah mereka berjabat tangan atau cipika-cipiki seperti layaknya manusia? kira-kira apa yang dikatakannya?

Lebih lanjut, apakah bedanya dengan koloni manusia? naluri atau motifkah yang melatar belakangi terwujudnya sebuah harmoni itu?

*[1]Charlie Durant, Max John, Rob Hammond, University of Leicester. dirilis theconversation. com (UK)

Penulis merupakan warga Nahdliyin yang beraktivitas di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Related Articles

Back to top button