arusmahakam.co, Samarinda – Resiko terjadinya tindak kekerasan rumah tangga (KDRT) dalam pernikahan anak di bawah umur terbilang tinggi. Sebab, pasangan yang masih usia belia belum mencapai kematangan emosional.
“Kalau kita bicara dampak dan resiko tentunya ada, mulai dari kesehatan fisik, psikologis hingga resiko keharmonisan rumah tangga. Jika berbicara dari psikologi, pada usia anak itu PFC (pre frontal cortex) juga belum berkembang, yang salah satu fungsinya untuk menimbang baik, buruk, benar, salah, menimbang konsekuensi yang akan terjadi,” ucap Koordinator Tim Psikolog UPTD PPA Kota Samarinda, Ayunda Rahmadani.
Jika pun nantinya terjadi tindak KDRT terutama terhadap anak, lanjut Ayunda, maka tidak menutup kemungkinan juka perlakuan buruk tersebut akan dicontoh oleh anak. Sehingga akan nantinya akan menciptakan siklus yang buruk.
“Nah ini kan jadi lingkaran setan, jika mereka melakukan kekerasan ke anaknya, notabene akan menjadi contoh oleh anaknya sendiri. Siklus itu yang harus diputus. Dimulai dari kesadaran bahwa usia minimal menikah itu ada diatur dalam undang-undang,” Tambahnya
Pernikahan dini juga dianggap sebagai siklus negatif. Sebab, memiliki sederet resiko, baik secara kesehatan fisik, psikologis, hingga keharmonisan rumah tangga. Pernikahan dini juga berpotensi menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Pernikahan dini itu sangat beresiko, baik secara fisik maupun psikis. Resiko KDRT tentunya juga ada,” Jelas Ayunda
Melihat resiko yang tinggi pada perkawinan anak di bawah umur, UPTD PPA Samarinda turut memberikan sosialisasi dan pendampingan. Meskipun, menurut Ayunda hal itu merupakan posisi dilematis. Sebab, di satu sisi lain pihaknya ingin menekan angka pernikahan anak di bawah umur.
“Ini dilematis sekali sebenernya. Satu sisi memang kita ada kerjasama dengan pengadilan agama, yang mengeluarkan dispensasi kawin itu. Jadi psikolog ini diminta untuk mengedukasi bahaya dan resiko nikah muda. Tapi satu sisi juga butuh pendampingan,” tukasnya. (adv/dys/DKP3A)