Sabam, Musuh Orba Generasi Pertama

Oleh: Didik Suyuthi*

“Bam, angkat kakimu!” sambil menunjuk meja di depannya, Subhan ZE mendorong Sabam Sirait mengikuti kakinya yang ditaruh di atas meja.

Siang itu di penghujung tahun 1967, Hampir dua jam lamanya Sabam terlibat obrolan santai di Rumah Dinas Subhan di kawasan Jl. Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Saat itu, Sabam adalah anggota DPR GR/MPRS, dan Subhan sebagai salah satu unsur pimpinan di dalamnya.

Meski beda angkatan, Sabam memang relatif dekat dengan Subhan. Keduanya sudah saling kenal sejak konsolidasi gerakan melawan gerakan Setpember Tiga Puluh (Gestapu) pada 1965.

Kala itu Sabam masih Ketua GMKI Jakarta. Sementara Subhan sudah menjadi Ketua IV PBNU yang dikenal luas sebagai konsolidator gerakan mahasiswa. is giving sheep drench .08 ivermectin to collies safe

Salah satu materi obrolannya siang itu, keduanya mengeluhkan gejala di kalangan beberapa anak muda yang mau “memegang tas” Jenderal asal ia dapat ikut menikmati kekuasaan.

Gejala itu menjadi keresahan karena sudah bermunculan, padahal Orde Baru baru setahun pertama berjalan. Sabam termasuk yang menentang anak muda yang bertipe demikian mengingat dampak jangka panjangnya bisa meruntuhkan bangunan politik yang demokratis. ivermectin for birds of prey

Pada 1973, sebagai anggota Badan Pekerja MPR, Sabam sudah mengusulkan agar masa jabatan presiden dibatasi dua kali. Usulan ini saya kira berani. Sebab disampaikan hanya dua tahun berselang setelah Pemilu 1971, Pemilu pertama Orde Baru.

Dan kontan saja, usulan yang seperti melawan arah angin ini ditolak mentah-mentah oleh anggota BP MPR lainnya.

Waktu itu, Sabam dan teman-teman aktivis sepertinya sudah merasakan gejala kalau penguasa Orde Baru akan berupaya bertahan selama mungkin.

Meski tidak pernah ia sampaikan langsung, namun ada sebuah Pidato radio Subhan sebagai Wakil Ketua MPRS yang cukup mengena di benak Sabam. Secara, Sabam termasuk pengagum ketokohan Subhan.

Dalam pidatonya, Subhan mengatakan bahwa kaidah-kaidah Orde Baru sudah mulai kabur dan tidak lagi menjadi landasan perjuangan bagi seluruh komponen Orde Baru.

Machinery politik Orde Lama sudah mulai mendapatkan jalan melalui sel-sel yang koruptif dan cara-cara berjuang seperti intrik, konspirasi, dan deal, sudah mulai merajalela dan dipraktekkan kembali oleh lingkaran Orde Baru.

Pidato radio Subhan yang turut mengasah ketajaman politik Sabam ini, masih terngiang meski sudah terjadi lima tahun sebelumnya. ivermectin for itching Persisnya pada saat menyambut Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 1968.

Rabu malam (29/9/2021), Sabam, atau bernama lengkap Sabam Gunung Panangian Sirait, politisi kelahiran 13 Oktober 1936, menghembuskan nafas terakhirnya.

Anggota DPD RI yang juga Tokoh senior PDI Perjuangan ini dikabarkan berpulang pada usia 85 tahun. Terima kasih dan selama jalan Opung Sabam…

NB: Wakil Ketua Lembaga Ta`lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU)