Saling Memberi Tempat Untuk Yang Lain

Oleh : KH. Husein Muhammad

Di tengah situasi pergulatan politik yang keras, perebutan kekuasaan yang sering tak beretika dan kehendak menampilkan diri di depan tatapan banyak mata tanpa basa basi, dua orang ini justeru saling memberi tempat untuk orang lain dan mengundurkan diri ke belakang. ivermectina vendita Mereka adalah maestro sufisme : Shadr al-Din al-Qunawi dan Maulana Jalal al-Din Rumi. Keduanya tinggal di Konya, Anatolia, Turki.

Aku pernah menuliskan cerita ini beberapa waktu lalu di ruang ini. Ini aku tulis untuk mengenang ziarahku ke kedua sufi besar itu di Konya beberapa tahun lalu.

Syeikh Shadr al-Din al-Qunawi (w. 674 H), adalah tokoh besar dalam dunia tasawwuf. Ia murid utama sekaligus anak tiri al-Syeikh al-Akbar (guru terbesar): Ibn Arabi. Dialah salah satu tokoh penting yang menyebarkan ajaran-ajaran Ibn Arabi dan dia pulalah yang menyebut “Wahdat al-Wujud” (Kesatuan Wujud/Unity of Being) sebagai ajaran utama/inti Ibn Arabi. Ia seangkatan dengan Maulana Jalal al-Din Rumi. Pada mulanya dia tidak cukup akrab dengan Maulana Rumi. Tetapi akhirnya menjadi sahabat yang baik. what to do for ivermectin overdose Keduanya saling belajar dan menghormati, dan keduanya menjadi sumber rujukan para ulama dalam dunia sufisme. Nama mereka menjulang di langit sufisme sepanjang masa.

Ada cerita menarik tentang persahabatan dua sufi besar ini. Suatu hari, Syeikh Shadr al-Din al-Qunawi menyampaikan pengajian di hadapan para ulama besar di rumahnya. Mereka sengaja datang ke rumah Syeikh ini untuk mengaji. Pada suatu hari dengan tak dinyana Maulana Rumi datang. Beliau ingin ikut mengaji kepadanya, meski ia adalah Syeikh sufi besar. Syeikh al-Qunawi berdiri menyambutnya. Para ulama lain mengikutinya. Maulana kemudian duduk di pojok paling belakang. Ia tidak mau melangkahi dan mengambil tempat kosong di tengah-tengah para ulama itu. Syeikh Qunawi menggelarkan sajadah untuk Maulana dan meminta dengan sungguh-sungguh agar Maulana mau duduk di atas sajadah itu. Maulana menjawab : “Tidak. Aku tidak patut duduk di atas sajadah itu. Bagaimana aku harus menjawab peristiwa ini di hadapan Allah kelak”. ivermectin tablets usp uses “Jika begitu, duduklah di atasnya bersamaku, engkau di separuh sajadah ini dan aku separuh yang lain”. Maulana tetap menolak. Syeikh Qunawai menjawab : “Jika sajadah ini tidak patut diduduki Maulana, maka ia juga tidak patut aku duduki”. Syeikh Qunawi lalu melipat sajadah itu.

Ada lagi cerita menarik tentang persahabatan dua orang besar ini. Abd al-Rahman al-Jami menceritakan: “Suatu hari Jama’ah shalat meminta Maulana menjadi Imam di sebuah masjid. Maulana menolak, karena ia tahu di situ ada Syeikh al-Qunawi. Maulana mengatakan : ”Kita para “abdal” (para santri) duduk di tempat kita dan berdiri di situ. Yang patut menjadi Imam Shalat adalah sang sufi mumpuni, sambil tangannya menunjuk Syeikh Qunawi”. Keduanya saling mengajukan yang lain untuk menjadi Imam. Akhirnya al-Syeikh berdiri di depan, menjadi Imam. Maulana mengatakan kepada para jama’ah :

من صلى خلف امام تقي فكانما صلى خلف نبي

“Man Shalla Khalfa Imam Taqiyy fa Ka Annama Shalla Khalfa Nabiyyin” (Siapa yang shalat di belakang seorang Imam yang amat saleh, maka dia seperti shalat di belakang Nabi).