Santri dan Perubahan Sosial

Oleh: Muhammad Fadllil Kirom*

Menguasai ilmu-ilmu agama, mempraktekkan pola dakwah ala Walisongo dan tanggap atas dinamika sosial sosial kemasyarakatan menjadi ciri khas “SANTRI”. Sebuah entitas yang tumbuh dalam khazanah Islam Dunia dalam kurun waktu 500 tahun lebih di Nusantara.

Menggunakan istilah lokal, kata “Santri” benar-benar tumbuh dari kesadaran pentingnya menjaga nilai-nilai lokal yang tidak bertentangan dengan “maqaasid al syari’ah”. Secara sederhana, Kaidah menjaga nilai-nilai lama yang baik dan menyerap inovasi-inovasi baru yang lebih baik (Al muhafadzotu ala Al qadiimish shalih, wal akhdu bil jadid Al ashlah) menjadi ruh santri dalam membaca realitas.

Bagi pecinta teori perubahan sosial, pola pergerakan santri dianggap lambat dalam merespon perubahan zaman, bahasa kerennya tidak revolusioner. Gaya santri yang eklektik, sering disalahpahami sebagai oportunis dan tidak konsisten.

Kita ingat, bagaimana seringkali kritikan kepada Gus Dur muncul dari kelompok kiri maupun kanan. أنطوان غريزمان Gus Dur pun hanya tertawa, karena memang pola pergerakan santri tidak akan difahami oleh mereka yang hanya belajar “kitab putih” saja.

Di masa mendatang, SANTRI ditantang untuk menjawab perubahan sosial akibat perkembangan dunia digital, kerusakan alam hingga perlombaan senjata nuklir. فيلم اجنبى قطار 777 Gap sosial makin menganga, kemiskinan dan pemiskinan global berjalan secara sistemik akibat sistem dan struktur global yang melakukan penetrasi secara tajam ke berbagai negara di penjuru bumi. Ancaman perang besar antar negara adidaya menjadi ancaman serius bagi kemanusiaan.

Krisis kemanusiaan dan kebangsaan sebagai akibat derasnya laju disrupsi sosial akan menjadi fenomena terkini hingga 50 tahun ke depan. SANTRI sebagai subkultur masyarakat harus mempersiapkan diri untuk menghadapi benturan global. Penguasaan kitab kuning saja tidak cukup, perlu inovasi keilmuan baru dan penataan organisasi berbasis SANTRI yang adaptif dan responsif terhadap perubahan sosial. تعليم لعبة البوكر

Pada Hari Santri Nasional ini, menjadi momentum untuk merefleksikan berbagai langkah strategis yang sudah dijalani. Peran menjaga Aqidah ahlus Sunnah wal jamaah, mengawal NKRI, melestarikan kebhinekaan dan mendorong ekonomi rakyat harus terus dipertahankan.

Walaupun masih berskala lokal dan nasional, peran SANTRI patut dihargai dan dicatat dalam sejarah kebangsaan. Di Masa mendatang, peran global para SANTRI sangat ditunggu oleh dunia, khususnya kalangan dunia muslim.

Semoga saja segera lahir para Santri yang ikhlas berjuang mengikuti dawuh para Kyai Khos yang notabene menjalankan strategi dakwah Walisongo dalam mewujudkan Islam sebagai rahmatan Lil ‘Alamin. Mari kita berdoa untuk seluruh muassis pesantren di Nusantara, walahumul Fatihah,..Amiin.

Penulis merupakan aktivis NU Jawa Tengah