SEKOLAH BISA BENTUK SATGAS ANTI BULLYING
Upaya agar terciptanya sekolah ramah anak dan tanpa segala tindak kekerasan sejatinya telah tertuang dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015
arusmahakam.co, Samarinda – Sekolah ramah anak menjadi harapan besar agar suasana dan proses belajar lebih aman dan nyaman bagi seluruh warga sekolah. Segala bentuk kekerasan termasuk bullying pun bisa diantisipasi jika lingkungan telah mengarah ke sekolah ramah anak.
Upaya agar terciptanya sekolah ramah anak dan tanpa segala tindak kekerasan sejatinya telah tertuang dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Tujuannya agar terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Serta, terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.
Cara pencegahannya pun bisa dengan membentuk tim pencegahan tindak kekerasan atau satgas anti bullying dengan keputusan kepala sekolah. Unsurnya terdiri dari, kepala sekolah, guru, siswa dan wali murid yang tergabung dalam komite sekolah.
“Sebenarnya dalam upaya pencegahannya itu sudah tertuang dalam Permendikbud 82/2015, sekarang di sekolah itu ada satgas anti bullying yang terdiri dari elemen siswa, guru dan komite sekolah. Jadi mulai dari siswanya ada perwakilan, sekolahnya ada juga hingga orang tua murid yang tergabung dalam komite itu,” kata Koordinator Tim Psikolog UPTD PPA Kota Samarinda, Ayunda Rahmadani.
Tak hanya di sekolah saja, bentuk perlindungan pun dilakukan dari pemerintah daerah. Kepala daearah bisa membentuk gugus pencegahan kekerasan yang terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, perwakilan komite sekolah, organisasi profesi atau lembaga psikolog, pakar pendidikan, perangkat pemerintah daerah setempat dan tokoh masyarakat atau agama.
“Jadi untuk upaya pencegahannya sebenarnya sudah ada aturannya, tinggal penerapannya saja yang dimaksimalkan. Tapi memang kita nggak bisa bergerak sendiri, perlu adanya dukungan dari pihak lain, mulai dari guru, orang tua murid, stakeholder dan masyarakat. Semuanya harus bergerak. Bahkan jika mengacu permendikbud itu, siswa juga ikut terlibat,” tukasnya. (adv/dys/DKP3A)