Suparno: Jangan Ada “Permainan” di Pembebasan Lahan Terowongan Gunung Manggah
Arusmahakam.co, Samarinda – Salah satu proyek Multy Years Contrac (MYC) Pemkot Samarinda mendapat sorotan dari DPRD Samarinda. Terutama mengenai pembebasan lahan pembangunan terowongan dari Jalan Sultan Alimuddin menuju Jalan Kakap.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Suparno meminta agar pemkot teliti dalam proses pembebasan lahan itu. Agar tak berkelindan permasalahan hukum nantinya. Ia menilai potensi adanya permainan dalam rencana pembebasan lahan sangat terbuka lebar.
“Proyek itu untuk kepentingan umum. Warga Samarinda yang merasakan. Jangan sampai karena permainan segelintir oknum, entah masyarakat atau pemerintah, justru merugikan banyak orang,” ungkapnya, Senin (5/6/2023).
Pemkot, diminta bisa memastikan transparansi dalam menjalankan tahapan pembebasan lahan. DPRD juga tidak tinggal diam, fungsi pengawasan sebagai wakil rakyat bakal berjalan. Agar proses pembebasan lahan dan pembangunan nanti bisa sesuai koridor aturan yang berlaku. “Di sisi warga semoga tidak ada yang bermain dengan menggunakan SPPT (surat pernyataan penguasaan tanah) palsu. Kalau ada temuan itu, maka tak perlu pandang bulu. Tindak tegas,” bebernya.
Sekretaris PAN Samarinda ini sepakat, jika terowongan itu menjadi opsi mengurai kemacetan di areal tanjakan Gunung Manggah. Apalagi kawasan tersebut memang sering terjadi musibah yang memakan korban. Merekayasa lalu lintas jelas tak efektif karena membuat jarak tempuh warga yang hendak berlalu lalang menuju Kecamatan Sambutan kian lama.
“Apalagi membangun jalan layang atau flyover pasti susah, karena kawasan tersebut didominasi perbukitan,” katanya.
Suparno pun berpesan, warga yang lahannya terkena dampak pembebasan lahan tersebut untuk aktif berkomunikasi dengan pemerintah, baik melalui pihak kelurahan atau kecamatan. Khususnya soal harga ganti rugi. Nilai yang menjadi patokan ganti rugi, kata dia, berasal langsung dari tim penaksir independen yang menilai berpedoman pada nilai jual objek pajak (NJOP) yang tengah berlaku.
“Kalau merasa kurang puas dengan hasil perhitungan, berkoordinasi lagi. Pemkot pun pasti mau melakukan hal persuasif. Karena jika tidak terima, bakal konsinyasi lewat pengadilan yang harganya di bawah harga penilaian tim independen,” pungkasnya. (adv/bct)