TAN MALAKA, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia

Resensi Buku

Jilid 1 : Agustus 1945 – Maret 1946
Judul Asli : ”Verguisd En Vergeten;Tan Malaka,De Linkse Beweging En De Indonesische Revolutie,1945-1949”
ISBN : 978-979-461-697-0
Dimensi : 16 X 24 cm
Jenis Cover : Softcover
Jenis Kertas : Ikanova
Berat : 600 Gram
Jumlah Halaman : 379 Halaman
Penulis : Harry A.Poeze
Terjemahan : Hersri Setiawan
Desain Sampul : Adjie Soeroso
Tahun Terbit : 2008
Harga : 135.000
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Alamat : Jl. Plaju No.10 Jakarta 10230
Telepon : 021-31926978,3920114
Facsimile : 021-31924488
E-mail : yayasan_obor@@cbn.net.id
Website : http://www.obor.or.id

SINOPSIS BUKU

Tan Malaka (1894-1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia dengan menggunakan nama samaran sesudah dua puluh tahun mengembara. Ketika itu Jepang sudah menduduki Indonesia. Sebagai revolusioner buangan,ia bekerja untuk Komitern (Oganisasi Komunis Revolusioner Internasional) dan pasca-1927 memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang Ilegal dan antikolonial.

Karena represi pemerintah Belanda dalam tahun 193, partai itu menjadi tidak bisa bergerak. Ia tinggal disebuah kampong kecil di Jakarta dan menyibukkan diri dengan menulis karangan teoritis yang besar. Ketika Jepang nyaris menemukan jejaknya, ia menjadi mandor buruh tambang batu bara didaerah terpencil di pantai selatan Pulau Jawa. Berpegang pada prinsipnya,ia mengorganisasi para pendukungnya didalam sebuah jaringan radikal yang memperjuangkan Indonesia merdeka.

Menjelang kapitulasi Jepang, ia diutus ke Jakarta. Ia tidak diberi peranan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh Tan Malaka yang legendaris ini berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ia memberi kesan yang mendalam dan segera terlibat dalam pembentukan kebijakan ditingkat tertinggi. Tetapi segera pula mereka tidak sejalan. Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya.

Ia memilih jalan ‘perjuangan’ dan bukan jalan ‘diplomasi’. Ide-idenya dituangkan kedalam berbagai risalah, pada Januari 1946 Tan Malaka mendirikan Persatoean Perdjoeangan yang dalam beberapa bulan menjadi alternatif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Dalam konfrontasi di parlemen ia kalah dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali-dari maret 1946 sampai September 1948.

Jilid pertama biografi Tan Malaka menggambarkan secara rinci kembalinya Tan Malaka, yang dalam waktu singkat bagaikan meteor ditengah kehidupan politik Indonesia. Buku ini memberi banyak ruang bagi hubungan intern di dalam Republik Indonesia. Berhadapan dengan Tan Malaka ialah empat sekawan pimpinan Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Amir Sjahfroeddin serta gerakan komunis-sosialis yang berpengaruh dan yang menuduh Tan Malaka sebagai penganut Trotsky.

Buku yang ditulis oleh Harry A.Poeze dan diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2008. Ia adalah buku gerakan yang mengacu kepada kelompok dengan aliran sosialis atau demokrasi sosial. Yang dimana tokoh dari buku ini sendiri adalah Ibrahim atau biasa disebut dengan Datoek Tan Malaka. Beliau ini besar kemungkinan lahir tahun 1894 disebuah desa kecil Pandan Gadang, yang tak jauh dari Suliki di Minangkabau (Sumatra Barat).

Dibuku ini beliau diterangkan tentang asal-usulnya, yang dimana ia memainkan peranan penting dalam perjalanan dan juga pemikiran politiknya yaitu Gerakan Kiri. Sejumlah tanda tata kemasyarakatan di daerah kelahiranya menjadikannya peka terhadap ide-ide radikal, yang telah dipeluknya sejak masih muda dan seterusnya yang dimana ia tetap setia kepadanya.

Background dari orangtuanya sangatlah mempengaruhi Tan Malaka sendiri, karena orang tuanya berlatar belakang golongan seorang bangsawan lokal. Tetapi dalam hal kepemilikan dan kedudukan, ayahnya tidak banyak beda dari penduduk desa sesamanya. Sejalan hubungan garis keturunan melalui garis ibu atau kerabat wanita, yang dimana Tan Malaka sendiri mewariskan gelar adat yang terhormat yaitu Datoek Tan Malaka kepada Ibrahim. Dalam suatu upacara yang khidmat pada tahun 1913 sehingga ia didudukan pada jenjang yang mulia.

Buku ini juga sangat cocok untuk dibaca seorang mahasiswa yang suka dengan gerakan kiri atau gerakan revolusi karena ia biasa disebut dengan Bapak Republik Indonesia. Un service client est aussi à votre écoute pour répondre viagra naturel à toutes vos questions. Bapak yang terkenal dengan konsepnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda dari kolonialisme. Selain itu ia juga seorang pendiri partai Murba.

Bagi seseorang yang sangat cinta dengan sejarah, buku ini sangat cocok karena didalam nya bukan cuman sekedar biografi atau perjalanan hidup, tapi juga merupakan sejarah Revolusi Indonesia,sebagaimana yang terjadi pada tingkat pusat.

Dalam penulisan buku ini, Harry A.Poeze menulis dengan mengikuti perkembangan politik dalam negeri Indonesia yang dimana sebagai titik tolak. Dan sebagian besarnya memilih suatu sudut pandang yang ditentukan oleh dimensi-dimensi internasional, dari konflik dekolonisasi antara Indonesia dan belanda dengan memakai peranan penting Inggris, Amerika Serikat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalamnya.

Kata-kata dalam penulisan buku ini menggunakan kata yang didasarkan pada diri pribadi penulis yang bersangkutan, dengan mengingat ejaan yang paling lazim digunakan. Supaya mempermudah pembaca dalam memahami isi dari buku ini. Serta jikalau kita kesusahan dalam memahami kata singkatan di buku ini. Penulis juga menambahkan di halaman 360 untuk mengetahui kata-kata yang disingkat.

Buku ini sangat cocok untuk dibaca bagi kalangan mahasiswa yang mempunyai hobi dalam membaca genre politik dan suka terhadap bau-bau historis atau sejarah.

Pemilihan cover dibuku ini sangatlah bagus karena covernya sangat tebal, selain itu dilengkapi tanda pengingat untuk pembaca dan dilengkapi catatan kaki yang digunakan sebagai petunjuk dan keterangan untuk memberikan lampiran terkait dengan pernyataan data maupun fakta-fakta tertentu yang ada didalam buku ini.

Peresensi: Muhammad Rio Saputra, mahasiswa Fakultas Hukum – Ilmu Hukum, Universitas Kutai Kartanegara.