Kehidupan sejatinya adalah proses kematian. Dari semua proses kehidupan yang kita jalani hanya kematian yang pasti, selain dari itu masih tanda tanya. – Andi Amir –
Derai air mata berjatuhan pada Kamis (5/8/2021) siang ini, kabar meninggalnya tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Kutai Kartanegara tersiar dengan cepat terdengar ke telinga. Kematian yang pasti seperti yang dimaksudkan Anregurutta Andi Amir Bin Petta Appe Said, ditandai panggilan telpon tak terjawab pada pukul 13.40 Wita.
Arus deras itu bertaut pada muara pertemuan yang berlangsung awal Mei lalu. Pemimpin Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) di Kota Raja Tenggarong, menyampaikan beragam unek-uneknya terkait literasi dan pengembangan anak-anak muda NU.
Berbagai keinginan tulus untuk memajukan Kukar lewat peng-ARUS-utamaan pelaksanaan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdhiyah yang moderat, toleran, mengakui dan menghargai keragaman, ramah dan berkeadilan. Ia terangkan dengan perasan yang begitu mendalam, tidak berapi-api namun penuh tekanan atas tanggungjawab yang luar biasa dan tidak mudah.
Membangun tradisi literasi itu tidak dapat dibentuk dalam waktu semalam. Namun Andi Amir terus mendengungkan perihal kerajaan Hindu tertua di Nusantara, yakni Kutai Martadipura pada abad ke-5 masehi. Harapannya ditumpukan pada website arusmahakam.co sebagai wadah mengelola pengetahuan dan sumber-sumbernya, agar memberikan manfaat dalam pemberdayaan manusia dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Jujur! Perihal ini jelas menguras ide dan tenaga yang luar biasa. Namun tradisi literasi di tanah Kutai, ditunjukkan dengan adanya prasasti Yupa berupa tiang batu. Ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang jelas-jelas tidak dapat ditampikan begitu saja. Bahwa telah bersemayam tradisi intelektual di tanah Borneo, yang tak dapat dipandang sebelah mata, oleh arus yang bergerak dari sumber-sumber mata air di tepi gunung-gunung berapi pada pusat kebudayaan sentral saat ini.
Andi Amir dengan keyakinan yang sederhana, bahkan cenderung dianggap hanya mimpi serta bukan cita-cita mewah. Menginginkan Arus Mahakam harus menjadi media alternatif, untuk menjawab keresahan orang-orang dengan cara sederhana. Ditengah berbagai media mainstream dengan berbagai fasilitas pendukung dan kemampuan yang mumpuni, di Kalimantan Timur.
“Saya harap kita bisa bantu, minimal melalui website. Agar gairah dan semangat ini mengalir bermanfaat untuk anak-anak muda, agar mereka memiliki arus utama yang terbangun dari DNA yang lama terpendam. Dari jiwa mereka,” jelasnya.
Lesung Batu Bukan Sekedar Lesung, Namun “Lingga Yoni”
KH. Ahmad Muwafiq atau yang lebih dikenal Gus Muwafiq, berkesempatan mengisi pengajian di sebuah lapangan besar pada sebelah Stadion Rondong Demang, Kutai Kartanegara pada bulan Maret 2019 lalu.
Ia mengingatkan perihal yang lebih besar atas tradisi besar yang dibangun di Kutai, pada masa silam. Masa yang menjadi awal mula tersebarnya keturunan raja-raja di berbagai belahan bumi nusantara, dengan beragam prestasi dan peninggalan besarnya.
“Dulu sekali pertama ke situs sejarah Lesong Batu di Muara Kaman. Saya ditemani anak saya yang saat itu berumur 4-5 tahun kesana, sekarang sudah kuliah. Ia kaget ketika melihat sapi besar sekali. Bola matanya saja sebesar tampar, itu tempat untuk membersihkan beras. Anak saya dapat melihat hal-hal tak terlihat, sapi besar itu jinak katanya,” ungkap Gus Muwafiq.
Mantan asisten pribadi Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut lebih jauh terkejut saat melihat bentuk Lesung Batu, dari dekat. Benda tersebut layaknya lesung yang dibuat untuk menumbuk padi, tetapi ini sejatinya lingga yoni.
Simbolisasi yang identik dengan dunia dan kesuburan, dalam tradisi Megalithik dan Hindu dianggap simbol Dewa Siwa. Sehingga pada masa lampau, Lingga Yoni merupakan situs pemujaan terkait bersatunya Dewa Siwa dan Dewi Parvati. Dianggap berkah bagi masyarakat lampau, sehingga biasanya lesung batu “lingga-yoni” ini diletakkan di wilayah pertanian yang subur untuk pemujaan para petani kala itu.
“Anggapan yang salah, jika itu dianggap sebagai lesung untuk menembuk padi, tetapi itu lingga yoni. Saya berharap situs tersebut dapat didirikan selayaknya lingga yoni, bukan terbaring dan dianggap sebagai lesung untuk menumbuk padi. Dengan mendirikan layaknya lingga yoni, sebagaimana di situs-situs serupa di tempat lain. Maka akan menjadi sebuah tonggak untuk mengembalikan kebesaran Kutai Kartanegara,” ungkapnya.
Kembali pada Almarhum Amir Bin Petta Appe Said, yang saat tulisan ini dibuat kemungkinan besar jasad beliau dalam perjalanan yang diiiringi keluarga tercinta serta sahabat-sahabati. Kabarnya beliau akan dimakamkan di Samboja, tempat masa kecil mantan Ketua PMII Cabang Kukar ini.
Bertemu pada sebuah coffeeshop di Tenggarong, awal Juli lalu. Andi Amir nampak menikmati green tea, sembari nyerocos dengan gaya bicara yang biasa kita kenal. Suaranya halus dan pelan, namun cukup jelas terdengar.
“Luar biasa sekarang pengunjungnya. Tidak saja anak-anak muda di Kukar dan Kaltim yang bersedia menulis di situs. Namun juga anak-anak dari luar Kalimantan. Semoga ini memacu semangat literasi anak-anak muda Kaltim, bagaimanapun daerah kita ini bakal jadi tetangga Ibu Kota Negara yang baru. Malu jika tidak memiliki tradisi literasi yang baik dan bagus,” ujarnya dengan gestur khas.
Lagi-lagi air mata tidak dapat ditahan saat mengenang semua tingkah polahnya. Berkedudukan sebagai Anregurutta, namun memperlihatkan sikap yang melayani semua orang dengan cara yang luar biasa. Benar-benar melayani dengan cara yang tak terpikirkan, bahkan tak tersentuh jiwa-jiwa pemimpin yang mengatasnamakan rakyat.
Arusmahakam.co merupakan cara lain yang diwujudkan Almarhum untuk pengembangan literasi. Sesuatu yang benar-benar jauh dari cara yang ia lakukan dan dikenal oleh banyak orang selama ini. Prasasti arus mahakam adalah lingga yoni kesuburan intelektual, dan bukan milik nama-nama orang yang tertera dari box redaksi. Milik semua orang, sahabat-sahabati, kawan-kawan, anak-anak muda di Kutai Kartanegara serta Indonesia.
Ia memang bukan media mainstream. Ini semacam Majalah Dinding (Mading), yang membuat kita semua mengembalikan semangat masa lampau, dengan perihal kekiniaan yang bermanfaat. Mendirikan prasasti lesong batu versi Andi Amir, ialah dengan mewariskan tongkat literasi ini agar menjadi Lingga Yoni.
Sugeng tindak kagem Mas Andi Amir Bin Petta Appe Said, mugi khusnul khotimah lan amal ibadahipun ditampi Gusti Allah Kang Maha Kuwasa.
NB; Penulis merupakan warga Nahdliyin di Pulau Borneo. Nyantri di pondok pesantren Averroes Community.